Sukses

APBD DKI 2015, Ini Alasan Kemendagri Tak Kabulkan Keinginan Ahok

Anggaran belanja daerah tetap sama dengan pagu anggaran APBD Perubahan DKI 2014 ditambah pengeluaran pembiayaan Rp 5 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek memberi penjelasan alasan pihaknya menyetujui total nilai APBD DKI 2015 sebesar Rp 69,28 triliun dan bukan Rp 72 triliun seperti yang diharapkan Pemprov DKI. Ini dipicu protes Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dilayangkan kepada Kemendagri.

Reydonnyzar menjelaskan cara memahami Pasal 314 ayat 8, Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah pagu APBD tahun sebelumnya merupakan pagu berdasarkan belanja daerah pada angka perubahan di APBD Perubahan DKI 2014 ditambah dengan anggaran pengeluaran pembiayaan.

Jumlahnya didapat angka Rp Rp 69 triliun. Dengan rincian pagu belanja daerah APBD Perubahan DKI 2014 sebesar Rp 63 triliun dan pengeluaran pembiayaan untuk penyertaan modal pemerintah (PMP) 2 BUMD DKI sebesar RP 5 triliun.

"Kalau pergub mau sama dengan perda, itu tidak punya makna. Kedua, tidak ada penafsiran, kami taat asas dan aturan. Kita pegang norma," jelasnya saat dihubungi, Jumat 10 April 2015).

Pagu anggaran tersebut tidak termasuk belanja yang sifatnya tidak fokus pada pembangunan. Seperti sosialisasi, rapat kerja dan perjalanan dinas di keluar negeri.

Meski pada Pergub APBD DKI 2015 Pemprov DKI mengajukan anggaran belanja daerah sebesar Rp 67 triliun serta pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 5 triliun, sehingga total APBD DKI 2015 menjadi Rp 72 triliun, sama dengan nilai APBD Perubahan DKI 2014, tetapi Kemendagri tidak dapat menyetujuinya.

Alasannya, anggaran belanja daerah dalam APBD Perubahan DKI 2014 hanya sebesar Rp 63 triliun. Maka struktur APBD DKI 2015 yang disetujui Kemdagri adalah anggaran belanja daerah tetap sama dengan pagu anggaran daerah APBD Perubahan DKI 2014 ditambah dengan pengeluaran pembiayaan Rp 5 triliun.

Pengeluaran pembiayaan sebesar itu dialokasikan untuk PMP MRT sebesar Rp 4,6 triliun dan PT Transportasi Jakarta sebesar Rp 1 triliun.

"Jadi pemahaman pagu harus diartikan sebagai belanja daerah ditambah pengeluaran pembiayaan. Maka dapat diterima belanja daerah Rp 63 ditambah anggaran pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 5 triliun. Kenapa ini bisa terjadi, karena memang implikasi penggunaan pergub. Tidak sama pergub dengan perda," tutur Reydonnyzar. (Ado)