Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) mengimbau umat Islam Indonesia tidak ikut terlibat dalam konflik perang antara negara koalisi Arab Saudi dengan Kelompok Houthi di Yaman. Sebab Indonesia merupakan negara yang anti-perang dan mencintai perdamaian.
"Dalam pembukaan UUD 1945 negara Indonesia harus ikut aktif dan terlibat dalam upaya perdamaian dunia. Karena itu atas nama apapun, dan konflik apapun, kita tidak membenarkan cara-cara perang untuk menyelesaikan masalah, karena akan memakan korban kemanusiaan," kata Ketua Umum (Ketum) GP Ansor Nusron Wahid dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Minggu (12/4/2015).
Nusron mengimbau warga Indonesia, terutama umat Islam dan ulama Indonesia, tidak terkecoh dan tidak ditunggangi kepentingan pihak lain. "Masak tokoh-tokoh Islam Indonesia ditunggangi kedutaan negara lain untuk mendukung aksi perang yang mereka lakukan. Kita umat Islam Indonesia jangan mau dipakai orang lain," ujar Nusron.
Namun demikian, Nusron menjelaskan, GP Ansor sebagai bagian sayap muda NU dan bangsa Indonesia, sangat menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) di Yaman.
Kata dia, Presiden Yaman Abedrabbuh Mansour Hadi yang hendak dilengserkan oleh kelompok pimpinan Abdul Malek al Houthi merupakan Presiden yang dipilih secara demokratis. Untuk itu, GP Ansor tidak membenarkan cara kudeta oleh Houthi dalam meraih kekuasaan.
"Namun Ansor sangat lebih tidak membenarkan adanya peperangan untuk meraih kekuasaan," tegas Nusron yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Untuk itu, Nusron mengimbau agar konflik koalisi Arab Saudi dengan Houthi di Yaman tidak dikaitkan dengan sentimen aliran Sunni dan Syiah. Sebab baik Abedrabbuh Mansour al Hadi dan Abdul Malek al Houthi sesungguhnya merupakan penganut Syiah Zaidiyyah.
Baca Juga
"Jadi konflik ini tidak ada kaitannya dengan Sunni dan Syiah. Melainkan lebih pada ketakutan dan ancaman kepentingan dan politik masing-masing negara yang kita, sebagai bangsa Indonesia tidak boleh ikut terlibat dan intervensi," tandas Nusron Wahid.
Yaman bergejolak setelah kelompok milisi Houthi, yang berjuang untuk mendapatkan peningkatan otonomi di Provinsi Saada, melancarkan pemberontakan secara berkala sejak 2004. Aksi mereka yang paling signifikan terjadi sejak Juli 2014. Pada September 2014, ketika mereka menguasai Ibukota Sanaa, menyandera staf kepresidenan, dan menembaki kediaman Presiden Abdu Rabuh Mansour Hadi. Kondisi ini kemudian membuat Arab Saudi dan sekutunya di Teluk turun tangan
Puncaknya, mulai Maret 2015, Arab Saudi dan negara teluk memutuskan untuk melakukan operasi militer "Decisive Storm" untuk menggempur kelompok Houthi di Yaman setelah Presiden Abedrabbuh Mansour Hadi meminta bantuan. (Riz/Sss)
Advertisement