Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memindahkan anak buah kapal (ABK) yang menjadi korban perbudakan di kapal milik PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang beroperasi di perairan Benjina kepulauan Aru ke wilayah Tual, Maluku. Kondisi para ABK tersebut kian memprihatikan.
Direktur Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelauatan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Asep Burhanudin mengatakan, kondisi ABK yang berasal dari Myanmar, Kamboja, dan Laos di tempat penampungan sementara di Tual kini mulai stres dan terserang penyakit.
"Situasi ABK, kondisinya sudah stres, sakit, mereka teriak-teriak. Ini mengganggu lingkungan masyarakat sekitar penampungan," ujar Asep di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Dia menjelaskan, evakuasi para ABK tersebut penuh risiko. Selain itu, kebutuhan akan makanan sehari-hari para ABK juga menjadi hal penting, terutama untuk menjaga kondisi fisik dan mental mereka.
"Salah satunya soal pemberian makan karena ada 400-an ABK. Saya katakan pada anak buah saya, saya tidak kenal dengan mereka, tapi yang saya tahu mereka juga manusia, perlu makan pagi, siang, malam. Makanya dengan dana yang tidak ada, tapi PSDKP meng-handle (menalangi) ini," jelas dia
Untuk mempercepat pemulangan para ABK ini, lanjut Asep, pemerintah telah berkoordinasi dengan pemerintah masing-masing negara ABK berasal untuk segera dibawa pulang ke negaranya.
"Delegasi Myanmar sudah mendata ulang warga negaranya. Kedutaan Besar juga kita minta cepat buatkan paspor untuk bisa ditarik ke negaranya. Selama ini kalau ABK terlantar diambil dengan kapal perang negaranya, tapi Myanmar dan lain-lain punya kemampuan itu atau tidak. Itu yang jadi pertanyaan," tandas Asep Burhanudin.
Pemerintah pun terus melakukan penyelidikan terhadap kasus perbudakan yang terjadi di kapal yang dioperasikan oleh PT Pusaka Benjina Resources di perairan Benjina, Kepulauan Arus, Maluku.
Ketua Tim Satuan Tugas Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Mas Achmad Santosa mengatakan dari hasil investigasi yang dilakukan setidaknya perusahaan tersebut telah mempekerjakan lebih dari 1.000 orang sebagai anak buah kapal (ABK). Dia menjelaskan, dari jumlah tersebut, juga terdapat ABK yang berkewarganegaraan Indonesia, meski jumlahnya tidak lebih dari 100 orang. (Mvi/Yus)