Sukses

Pertalite 'Melenyapkan' Premium?

Mulai bulan depan, Pertalite akan dipasarkan di SPBU. Sinyal 'umur' BBM jenis Premium tak lama lagi?

Liputan6.com, Jakarta - Pertamina berniat meluncurkan BBM baru, Pertalite. Namun, rencana tersebut sepi dukungan. Justru beredar wacana, produk itu akan menggeser keberadaan Premium.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengakui, banyak pertimbangan yang sedang pikirkan oleh Pertamina untuk merilis BBM baru ini. Salah satunya terkait soal pangsa pasar BBM di masing-masing wilayah di Indonesia.

"Kami lihat kondisi pasar. Pertamina ingin kalau produk ini keluar menjadi substitusi atau komplementer RON 88 (Premium) yang selama ini dipakai," lanjutnya.

Dengan merilis Pertalite, lanjut Wianda, Pertamina berharap akan menambah jenis BBM yang bisa dijual dengan harga komersil tanpa adanya subsidi dari pemerintah. "Kami ingin lebih banyak jual BBM yang secara komersil bisa dijual oleh Pertamina," kata dia.

Untuk sisi distribusi BBM ini nantinya, Wianda mengungkapkan bahwa hal tersebut tidak akan menjadi masalah karena Pertamina telah memiliki infrastruktur pendukung seperti terminal BBM dan mobil tangki minyak untuk menyalurkan BBM ini.

"Dari segi distribusi sudah siap, karena terminal-terminal BBM sudah ada, dan kita punya mobil tangki untuk lakukan itu. Tinggal lihat apakah ini diproduksi di kilang-kilang tertentu, nanti kita lihat lokasi produksinya," jelasnya.

Petugas mengisi bahan bakar minyak di salah satu SPBU di Jakarta, Rabu (24/12/2014), (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio pun mendesak Pertamina untuk 'melenyapkan' Premium dalam kurun waktu 6 bulan ke depan. "Idealnya Premium benar-benar hilang 6 bulan lagi. Jangan sampai tahunan, karena kelamaan," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, pada Minggu 26 April 2015.

Namun, sambungnya, Pertamina tentu mempunyai program jangka menengah-panjang yang menargetkan waktu tepat penghapusan Premium di Indonesia dan beralih ke BBM berkualitas baik, sekelas Pertamax atau RON 92 seperti di negara-negara Eropa. "Tapi penghilangan Premium perlu studi Pertamina secara matang," kata Agus.

Dia mendukung langkah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas itu untuk meluncurkan produk BBM baru Pertalite pada bulan depan. "Bagus, karena kalau Premium langsung dihapus sekaligus, tidak bertahap, masyarakat bisa ribut," tegasnya.

Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, langkah Pertamina mengeluarkan Pertalite harus tetap dihormati semua pihak. Sebab, peluncuran Pertalite merupakan proses transisi dari BBM RON 88 ke RON 92, seperti yang direkomendasikan Tim Reformasi.

"Tim kan memang rekomendasikan untuk remove (hapus) BBM RON 88. Ini kami persiapkan teknisnya, dan ini cara jadi cara Pertamina untuk buat transisi. Kami hormati," ujarnya.

Sudirman mengaku telah melakukan pembahasan mengenai hal ini dengan Pertamina. Hasilnya, Kementerian ESDM akan memberikan ruang bagi Pertamina untuk mencari solusi dari rekomendasi Tim Reformasi.
 
Selain itu, Sudirman juga memastikan premium tidak akan dihapuskan dalam waktu dekat, sampai Pertamina siap untuk memproduksi BBM jenis lain yang lebih tinggi kadar oktannya. "Di samping itu Premium tidak pasti akan dihapus sampai Pertamina siap," tandasnya.

 

SPBU di kawasan Radio Dalam, Jakarta, memasang papan informasi bertuliskan “Kuota Premium Subsidi Hari Ini Habis, Tersedia Pertamax”, Jakarta, Senin (25/8/14). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Sementara itu, Anggota Tim Refomasi Tata Kelola Minyak dan Gas (migas), Agung Wicaksono mengatakan, peluncuran produk baru ini belum sesuai dengan rekomendasi dari timnya untuk menghapuskan BBM ron 88. "Tim rekomendasinya bukan penghapusan Premium, bukan pengalihan Premium menjadi Pertalite, tetapi hapuskan RON 88 dan pengalihan RON 88 ke RON 92. Pertalite yang RON 90 tentu kalau pakai kriteria tim tadi belum sesuai, karena arahnya ke 92," ujar dia.

Meski alasan Pertamina bahwa peluncuran produk ini sebagai bagian dari proses menghapuskan Premium secara bertahap, hal tersebut harusnya bisa dilakukan secara langsung tanpa harus mengeluarkan produk yang beroktan 90.

"Tapi kalau Pertamina bilang bertahap dari 88 ke 90 ke 92 itu silakan. Tapi yang paling penting kami mendorong bertahap itu bukan bertahap RON-nya. Kalau dari 88 mau jadi 92 apakah artinya harus lewat 90 dulu? Ini yang tentunya Pertamina silakan punya langkah demikian. Tapi jangan sampai menimbulkan kekisruhan di masyarakat," lanjutnya.

Peluncuran pertalite ini, Agung menambahi, harus disertai regulasi yang bisa memayunginya. "Pertalite ini nanti apakah produk regulated atau tidak? Kalau Premium iya ada Perpres-nya. Kalau Pertalite ini bukan regulated product," tandasnya.

Selanjutnya: Premium Tak Boleh Hilang...

2 dari 3 halaman

Premium Tak Boleh Hilang

Premium Tak Boleh Hilang

Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan, dari pada mengeluarkan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) baru yaitu Pertalite, lebih baik Pertamina berkonsentrasi memproduksi Premium.

"Kami bicarakan dengan Menteri ESDM soal Pertalite, kami setuju, Pertamina konsentrasi dulu untuk produksi Premium," ujarnya.

Dia mengungkapkan, saat ini masyarakat masih banyak bergantung pada BBM beroktan 88 tersebut. Sebab itu penyediaan bahan bakar ini seharusnya lebih diutamakan Pertamina. "Kami harus utamakan lebih baik untuk lebih produk Premium, di mana terjangkau dengan masyarakat," lanjutnya.

Meski demikian, persoalan Pertalite ini akan diserahkan kepada Kementerian ESDM dan Pertamina. Menurut Rini yang terpenting dalam hal ini yaitu bagaimana impor BBM bisa dikurangi namun tidak mengorbankan masyarakat.

"Yang paling utama impor efisien, bagaimana impor dan jangka waktunya. Pertalite bisa saja kita produksi. Tapi sebagai pilihan, bukan pengganti premium," tandasnya.

Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan kemunculan Pertalite tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi BBM nasional. Namun ia mengakui bahwa akan ada migrasi dari salah satu BBM yang telah ada.

 

Pemilik kendaraan diarahkan untuk mengisi kendaraan mereka dengan Solar non-subsidi dan Pertamax Dex, Senin (4/8/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, dengan munculnya Pertalite akan ada perpindahan konsumen, sehingga presentase konsumsi Premium dan Pertamax akan berubah. "Misalnya ada Premium, Pertamax, Pertamax Plus lalu ada Pertalite berarti ada presentase yang hilang," kata Andy.

Andy menambahkan, kehadiran Pertalite tak mempengaruhi impor BBM Indonesia. Pasalnya, jumlah konsumsi BBM tetap dan yang mengalami perubahan hanya presentasi konsumsi saja yang akan berubah. "Kalau impor sama saja. Misal impornya 60 persen yang terbagi untuk RON 92 dan 95 dan Pertalite, sama. Tidak ada yang berubah," tuturnya.

Wakil Rakyat pun meminta kepada Pertamina untuk tidak mengurangi kran (nozzle) penyaluran Premium pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) jika produk baru Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite dipasarkan.

Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mengatakan, Premium merupakan BBM yang paling murah, karena itu wakil rakyat ingin masyarakat tak kesulitan mendapat Premium. "Tolong jangan ganti akses Premium karena paling murah, itu mengganti akses Premium," kata Kardaya, saat  Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII di Gedung DPR pekan lalu.

Kardaya pun mengimbau Pertamina dan Pemerintah agar tidak mengurangi penjualan Premium, saat produk bahan bakar minyak (BBM) baru berlabel Pertalite dipasarkan pada Mei 2015. "Catatan pasokan Premium tidak boleh terganggu. Jangan dikurangi dan dipersulit," katanya.

Menurut Kardaya, jika hal tersebut terjadi maka akan mempersulit masyarakat untuk mendapat Premium sehingga kehadiran Pertalite malah menambah beban masyarakat, yang terpaksa membeli Pertalite dengan harganya lebih mahal karena pasokan Premium dikurangi.

"Jangan sampai Premium disedikitkan sehingga rakyat susah membelinya," ungkapnya. sehingga terpaksa produk baru," ungkapnya. Ia menambahkan, Pertamina dan Pemerintah harus memperhatikan kemampuan rakyat dalam membeli BBM. Sehingga tidak ada kekacauan.

Selanjutnya: Ada Kepentingan Asing?...

3 dari 3 halaman

Ada Kepentingan Asing?

Ada Kepentingan Asing?

Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengungkapkan, ada dua sisi yang harus diperhatikan saat Pertamina mengeluarkan produk Pertalite. Sisi pertama adalah sisi positif. Menurutnya, dengan adanya Pertalite akan memberikan pilihan yang lebih banyak kepada masyarakat.

Menurut Marwan, dengan spesifikasi yang telah dijabarkan oleh Pertamina maka mobil-mobil keluaran terbaru akan mendapat pilihan baru selain produk Pertamax yang ada saat ini. Adanya Pertalite juga menambahkan opsi menyejajarkan Pertamina dengan produsen BBM lain karena jika dilihat semakin tinggi tingkat oktan atau RON yang ada maka tingkat keramahan terhadap lingkungan juga akan semakin besar.

Namun, ia juga mengungkapkan, sebenarnya alasan tingkat ramah lingkungan tersebut tidak bisa dijadikan alasan bagi Pertamina untuk menyeluarkan produk baru. “Sampai saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan tingkat kematian karena menggunakan Premium,” jelasnya.

 Marwan Batubara, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS).

Sisi lain yang dilihat Marwan adalah sisi negatif. Dengan keluarnya Pertalite dan juga jika memang disusul dengan penghapusan Premium maka akan banyak masyarakat dengan tingkat kesejahteraan di bawah akan menjerit.

“Jika Premium diganti dengan Pertalite maka mau tidak mau biaya hidup akan naik. Masyarakat yang saat ini berada di batas sejahtera akan turun menjadi miskin,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Marwan melihat bahwa keputusan Pertamina yang dinyatakan merupakan rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini terlalu tergesa-gesa. Menurutnya, sebelum mengeluarkan produk baru, Pertamina jangan sampai berjalan sendiri.

Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di sektor migas, Pertamina mau tidak mau harus melibatkan pemerintah. Kajian yang dilakukan untuk bisa mengeluarkan produk Pertalite dan penghapusan Premium harus melibatkan semua pihak.“Jangan hanya berdasarkan masukan dari Tim Tata Kelola saja,” tegasnya.

Pihak-pihak yang harus terlibat dalam masalah ini haruslah lintas sektor. Dari sektor energi dan sektor sosial dengan melibatkan semua kementerian dan juga akademisi. “Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga harus diajak untuk melihat seberapa besar pengaruh terhadap sektor sosial,” tambahnya.

Marwan melihat, kesan tergesa-gesa ini dan hanya hasil dari rekomendasi dari satu tim kecil ini justru membuat banyak pihak curiga ada permainan di belakangnya. “Jangan-jangan ada pihak produsen minyak asing, SPBU asing atau bahkan industri otomotif,” jelasnya.

Ia pun memberikan contoh, dengan keluarnya Pertalite dan penghapusan Premium, SPBU yang dimiliki Pertamina akan bersaing secara nyata dengan SPBU asing karena harga BBM yang dijual hampir akan sama. Ada kemungkinan perpindahan konsumen dari SPBU Pertamina dengan SPBU Asing. (Ein)