Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki-Moon meminta pemerintah Indonesia menahan diri untuk mengeksekusi mati 9 terpidana kasus narkoba tahap kedua. Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meminta agar PBB tidak mengintervensi Indonesia.
Dia menerangkan sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentu sudah dipikir matang-matang sebelum memutuskan melakukan eksekusi.
"Kita nggak mau di intervensi. Apa keputusan yang sudah diambil bapak Presiden, sudah dipikiran matang. Kemudian sudah tentu di koordinasikan dan itulah yang terbaik diambil oleh Presiden," ujar Ryamizard di Balai Samudra, Jakarta Utara, Selasa (28/4/2015).
Menurut Ryamizard, pertimbangan mendasar dilakukannya hukuman mati adalah untuk menimbulkan efek jera. Sebab, dampak narkoba sangat bahaya dan harus dihentikan.
"Kita kan sudah tahu akibat narkoba, satu hari orang kita mati 50 orang. Kalau satu orang mati dianggap melanggar HAM, ini mencapai 50 orang. Jika dihitung-hitung, satu bulan 1.500 orang mati, kalau satu tahun 18.000 orang mati, apa kita biarkan narkoba ini?" tutur Ryamizard.
Karena itu, lanjut Ryamizad, dengan dampak yang besar hingga menyebabkan kematian, maka peredaran narkoba harus dihentikan dengan menghukum mati para pengedarnya.
"Ini kan sangat luar biasa tingkat kematian yang disebabkkan narkoba. Total yang di rehabilitasi saja itu mencapai 4,5 juta, belum lagi yang sudah di rehat tapi kemudian tak bisa diselamatkan. Kita tak bisa biarkan ada yang mati terus, itu yang harus kita hentikan," pungkas Ryamizard. (Mut)
Menhan: Indonesia Tak Mau Diintervensi PBB Soal Eksekusi Mati
Sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentu sudah dipikir matang-matang sebelum memutuskan melakukan eksekusi.
Advertisement