Liputan6.com, Semarang - Sebuah spanduk menyambut kedatangan jenazah Okwudily Oyatanze di Panti Asuhan Eklesia, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Sang terpidana mati warga Nigeria yang dieksekusi pada dini hari itu langsung dibawa ke aula panti.
Uncle Dily, begitulah Okwudily biasa disapa. Nyanyian lagu rohani dengan irama reggae mengiringi prosesi kedatangan jenazah.
Sementara beberapa anak asuh di panti tersebut terlihat tertunduk. Mata mereka berkaca ketika jenazah Dily tiba di sana.
Lagu yang menggambarkan kedekatan dengan Tuhan ini adalah salah satu ciptaan Okwudily semasa hidup di dalam penjara.
"Dia punya 3 album, dibuat selama di dalam penjara, mungkin sejuta lagu," kata pendiri Yayasan Gita Eklesia, Rina di panti asuhan Eklesia, Jalan kartini Nomor 12 A, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jateng, Rabu (29/4/2015).
Lagu rohani itu juga rencananya akan digunakan untuk kebaktian yang digelar jam 13.00 WIB. Juga saat pemakaman sekitar jam 15.00 WIB nanti.
Sejak awal panti asuhan itu memang sudah siap menerima jenasah Dily. Sebagai rohaniawan, Rina dipercaya sang terpidana mati untuk merawat jenazahnya.
"Saya kok merasa, Uncle Dily tidak layak dieksekusi," kata Rina.
Okwudili Oyatanze ditangkap bersama barang bukti 1,1 kilogram heroin di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten pada 28 Januari 2001.
Dia bersama 3 temannya mencoba menyelundupkan heroin yang dikemas dalam kapsul yang kemudian ditelan. Ia divonis mati oleh PN Tangerang tahun 2002. Grasinya ditolak melalui keppres 14/G 2015. (Ndy/Mut)
Mata Berkaca Anak Panti Sambut Sang Terpidana Mati 'Uncle Dily'
Uncle Dily, begitulah dia biasa disapa. Nyanyian lagu rohani dengan irama reggae mengiringi prosesi kedatangan jenazah sang terpidana mati.
Advertisement