Sukses

Lobi di Balik Penundaan Eksekusi Mary Jane

"Sekali lagi ditunda, bukan dibatalkan," tegas Jaksa Agung HM Prasetyo.

Liputan6.com, Jakarta - Sorak sorai keluarga Mary Jane mendengar pengumuman dari Kejaksaan Agung. Masyarakat di Fipilina pun saling berpelukan meluapkan kegembiraan. Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana kasus narkoba asal negara tersebut lolos dari hukuman mati tahap II.

Namun tidak bagi 8 terpidana mati kasus narkoba lainnya. Mereka dieksekusi mati sesuai jadwal yang ada. Peluru dari regu tembak menembus dada mereka di lapangan Limus, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu 29 April 2015 dini hari.

Kejaksaan Agung menyatakan, Mary Jane tidak termasuk dalam daftar terpidana mati yang telah dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Eksekusi mati warga negara Filipina yang dijadwalkan bersama 8 terpidana lainnya itu ditunda.

Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, meski lolos bukan berarti Mary Jane batal dieksekusi. "Sekali lagi ditunda, bukan dibatalkan," tegas Prasetyo.

Menurut Jaksa Agung, eksekusi mati Mary Jane ditunda setelah Pemerintah Filipina memohon kepada Presiden Jokowi bahwa proses hukum terkait kasus Mary Jane masih berlangsung di Filipina.

"Ada komunikasi, Filipina memohon kepada Presiden Indonesia, akhirnya kita putuskan untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di Filipina," jelas Prasetyo.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana menyatakan, pembatalan eksekusi mati juga disebabkan Maria Kristina 'Christine' Sergio yang diduga melakukan perdagangan manusia terhadap Mary Jane menyerahkan diri di Filipina.

“Dan Mary Jane diperlukan kesaksiannya,” kata Tony.

Ibunda Mary Jane mengaku lega. "Keajaiban itu nyata," kata Celia Veloso saat diwawancara radio Filipina, DZMM. "Kami sangat gembira, sulit untuk mempercayainya. Saya tak mengira putriku masih diizinkan hidup," kata Celia dengan mata berbinar-binar.

Lobi Politik Filipina

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, eksekusi terhadap Mary Jane hanya ditunda sementara karena ada lobi politik yang dilakukan Pemerintah Filipina.

"Lobi politik itu biasa saja dalam suatu hubungan kenegaraan. Lobi itu sangat penting," kata Wapres yang akrab disapa JK di kantornya, Jakarta, Rabu 29 April 2015. ‎

JK menjelaskan, lobi dilakukan langsung oleh Presiden Filipina ‎Benigno Aquino III. Lobi tidak hanya kepada Presiden Joko Widodo, tapi juga kepadanya. Menurut JK, Presiden Filipina terus melobi dia saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Asean di Langkawi, Malaysia.

"Mary Jane ini diungkapkan oleh Presiden Filipina baik pertemuan dengan Presiden Jokowi dan juga dengan saya di Langkawi bahwa dia ini hanya korban dari mafia sindikasi. ‎Otak sindikasinya ini sudah mengaku," ujar JK.

Namun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi membantah penundaan eksekusi Mary Jane karena lobi tingkat tinggi yang dilakukan Presiden Filipina Benigno Aquino III kepadanya saat di Kuala Lumpur, Malaysia beberapa hari lalu.

"Nanti ditanyakan ke Jaksa Agung. Tidak ada lobi-lobi," tegas Jokowi usai menghadiri acara Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Jokowi mengatakan, penundaan eksekusi mati dilakukan karena adanya permintaan dari Pemerintah Filipina terkait penyerahan diri Maria Kristina 'Christine' Sergio, orang yang diduga menjadi perekrut Mary Jane Fiesta sebagai kurir narkoba dari Malaysia ke Indonesia. Untuk menghormati proses hukum tersebut, maka Kejaksaan memutuskan untuk menunda waktu eksekusi.

"Jadi kan ada surat dari pemerintah Filipina bahwa di sana ada proses hukum mengenai human trafficking. Kita menghargai proses hukum seperti itu," ujar Jokowi.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, setelah proses hukuman mati ditunda, pemerintah melalui Kejagung akan langsung berkoordinasi dengan Kepolisian Filipina untuk mengikuti proses hukum terhadap Kristina, yang masih merupakan kerabat Mary Jane.

Maria Kristina 'Christine' Sergio, orang yang diduga menjebaknya masuk sindikat perdagangan narkoba, menyerahkan diri ke polisi. Ia mendatangi Nueva Ecija Provincial Police Office pada Selasa 28 April 2015 pukul 10.30 waktu setempat.

Perempuan tersebut mengaku, hidupnya dalam bahaya. Diantar pasangannya, Julius Nacalinao, ia mengaku, keluarga Mary Jane mungkin akan mencelakakannya, jika eksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah tetap dilakukan.

Mary Jane ditangkap pada tahun 2010 lalu di Bandara Yogyakarta, dengan barang bukti berupa 2,6 kilogram heroin. Ia mengaku dijebak oleh Maria Kristina.

Sementara, Maria Kristina membantah terlibat dalam plot penjebakan terhadap Mary Jane. Ia juga membantah sebagai anggota sindikat narkoba -- seperti pengakuan kawannya itu.

"Saya tidak bersalah," kata dia seperti dikutip dari situs Coconut Manila, Selasa 28 April 2015.

Mary Jane Tak Mau Dibesuk

Kejaksaan kemudian mengembalikan Mary Jane dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Besi di Nusakambangan ke Lapas Wirogunan, Yogyakarta, Rabu pagi sekitar pukul 08.00 WIB.

Kepala Lapas Wirogunan Yogyakarta Zainal Arifin mengatakan, walaupun pernah menjadi warga binaannya, Mary Jane harus mendaftar ulang sebagai warga binaan baru. Mary Jane juga harus menjalani pemeriksaan kesehatan di lapas.

"Ya, kayak warga binaan baru lagi diulang. Tadi sudah diperiksa dokter lengkap dan dia sehat," lanjut Zaenal.

Zainal Arifin juga mengatakan, setelah tiba di lapas, Mary Jane tidak mau dijenguk selama 1 bulan ke depan. "Iya, tidak mau ditemui sampai sebulan ke depan. Nggak tahu dia ngomong begitu, ya saya sampaikan saja ke media kan," ujar dia.

Zainal mengatakan, hanya jaksa dan Mary Jane yang mempunyai wewenang izin siapa yang boleh menjenguknya di Lapas Wirogunan.

Sementara itu, kuasa hukum masih was-was karena eksekusi mati Mary Jane hanya ditunda, bukan dibatalkan.

"Ini kan hanya penundaan. Seperti kasih napas dulu tapi kami tetap was-was, kewaspadaan itu tetap ada dan keluarga tetap berdoa untuk kejelasan kasus Mary Jane," ujar kuasa hukum Mary Jane, Agus Salim, di Yogyakarta, Rabu 29 April 2015.

Agus mengatakan, pihaknya sedang menunggu proses hukum terkait perekrut Mary Jane yang sudah menyerahkan diri di Filipina.

Kementerian Luar Negeri menyebut penundaan eksekusi Mary Jane untuk menunjukkan hukum di Indonesia diterapkan dengan sangat cermat.

"Ini adalah penunjukan bahwa penerapan hukum di Indonesia itu sangat hati-hati, khususnya terkait dengan masalah hukuman mati," sebut Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir di kantornya, Jakarta.

Tidak hanya itu, pemerintah pun memandang isu ini juga sangat penting secara internasional. Karena itu, sambung Arrmanatha, dalam hal ini pemerintah memutuskan menunda sementara pelaksanaan hukuman mati Mary Jane.

Selanjutnya: Australia Tarik Dubes...

2 dari 2 halaman

Australia Tarik Dubes

Australia Tarik Dubes

Nasib baik tidak menghampiri duo Bali Nine asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Keduanya dieksekusi mati pada Rabu 29 April 2015 pukul 00.35 WIB bersama dengan 6 terpidana mati lainnya.

Mereka adalah Martin Anderson alias Surajudeen Abiodun Moshood alias Belo warga negara Ghana, Zainal Abidin warga negara Indonesia, Raheem Agbaje Salami warga negara Spanyol, Rodrigo Gularte warga negara Brasil, Silvester Obiekwe Nwolise warga negara Nigeria, dan Okwudili Oyatanze warga negara Nigeria.

Australia geram dan mengecam eksekusi mati yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap warga negaranya itu. Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott pun menarik Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson.

PM Abbott mengukuhkan hal tersebut pada Rabu 29 April 2015 pagi, beberapa jam setelah Chan dan Sukumaran dieksekusi di Nusakambangan.

"Australia menghormati sistem hukum Indonesia, kedaulatan Indonesia. Tapi kami mengecam keras eksekusi ini. Makanya hubungan dengan Indonesia tidak akan bisa sama lagi. Begitu proses yang terkait dengan Chan dan Sukumaran selesai, kami akan menarik duta besar kami untuk konsultasi," tutur Abbott seperti dikutip dari BBC.

Abbott menyatakan, hubungan penting Australia dan Indonesia kini terganggu dengan eksekusi mati duo Bali Nine. "Saya ingin menekankan bahwa betapa pentingnya hubungan antara Australia dan Indonesia, namun sekarang terpengaruh dengan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu," ujar Abbott.

Hormati Hukum Indonesia

Presiden Jokowi tidak mau banyak berkomentar. Dia mengatakan Indonesia mempunyai kedaulatan hukum yang harus dihormati negara-negara lainnya, termasuk Australia.

"Ini kedaulatan hukum kita. Saya tidak akan mengulang-ulang lagi. Jangan ditanya itu-itu lagi," tegas Jokowi.

Menurut Jokowi, walau menolak upaya hukuman mati terhadap warganya. Australia harus menerima keputusan hukum yang telah ditetapkan lembaga peradilan di Indonesia. "Harus dihormati. Kita juga menghormati kedaulatan hukum negara lain," ujar Jokowi

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, penarikan Duta Besar Australia tidak perlu ditanggapi berlebihan.

"‎Kalau dia bereaksi keras dan menarik dubesnya itu perkara biasa dalam hubungan diplomatik suatu negara. Jadi menandakan ketidaksenangannya," kata pria yang akrab disapa JK itu di Kantor Wapres.

JK menegaskan, apa yang diputuskan sudah melalui proses panjang dan tidak ada hak hukum terpidana yang dilanggar.

JK juga mengungkapkan, Australia lebih rugi jika dibandingkan Indonesia. ‎"Perdagangan kita dengan Australia kita lebih banyak mengimpor dari Australia, jadi kalau menghentikan perdagangan dia rugi," tegasnya.

Menurut Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, penarikan atau pemanggilan duta besar untuk berkonsultasi dari sebuah negara asal merupakan hak dari negara pengirim, dalam hal ini Australia. Indonesia selalu menekankan terjalinnya hubungan baik dengan Australia.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) meminta agar WNI di Negeri Kanguru menjaga sikap. Guna menghindari terjadinya hal-hal yang tak diinginkan.

"Kita terus meminta agar WNI kita di sana selalu menjaga sikap, mengikuti aturan yang berlaku di sana, menghormati hukum yang ada di sana," kata Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir di kantor Kemlu Jakarta, Rabu 29 April 2015.

Pria yang kerap disapa Tata ini mengatakan, permintaan agar WNI menjaga sikap sangatlah penting. Sebab, Indonesia ingin terus menjaga hubungan baik dengan Negeri Kanguru.

Jenazah duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, disemayamkan di Rumah Persemayaman Abadi yang teletak di Jalan Daan Mogot Km 2 Nomor 353, Jakarta Barat.

Pemilik Rumah Persemayaman Abadi Evan Lesmana mengatakan, kedua jenazah tersebut akan berada di Rumah Persemayaman Abadi hingga Kamis 30 April 2015. (Mvi/Ans)