Sukses

Golkar di Ujung Jalan Pemilukada Serentak 2015

Komisi II DPR telah menyarankan ke KPU untuk mengatasi masalah keikutsertaan Pilkada. Tetapi KPU belum mengambil sikap.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Gokar masih belum jelas mengikuti Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) serentak pada 2015. Karena kisruh internal atau dualisme kepemimpinan partai berlambang pohon beringin itu belum juga tuntas.

Komisi II DPR telah menyarankan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatasi masalah ini. Tetapi KPU belum dapat mengambil sikap.

Ketua DPP Golkar versi Agung Laksono, Leo Nababan meminta KPU tidak mengindahkan rekomendasi Komisi II. Di mana salah satunya untuk menentukan Golkar ikut Pilkada harus menunggu putusan final persidangan.

"Saya bilang, KPU kembali saja ke jalan yang benar, peserta Pemilukada adalah Parpol yang memiliki SK Menkumham. Abaikan saja rekomendasi yang menyesatkan itu. Karena berbahaya, ini bisa menjalar ke parpol lain," ujar Leo saat dihubungi, Rabu 29 April 2015.

Keputusan itupun diamini ahli hukum tata negara Refli Harun yang mengatakan, KPU tak perlu menunggu putusan PTUN. Karena putusannya tidak akan mengesahkan mana kepengurusan yang sah atau tidak.

Refli juga melihat dengan putusan sela PTUN tidak semata-mata harus balik dalam kepengurusan lama. Dalam contoh kasus Golkar, bukan kembali ke Musyawarah Riau, karena kepengurusan Riau telah digugurkan oleh Munas yang dilakukan kubu Aburizal Bakrie atau Ical dan kubu Agung.

"Proses Munas ataupun Muktamar adalah proses sah. Munas yang lama dalam hal Golkar jika kembali ke Munas, itu Riau itu salah. Benar memang ada SK Menkumham yang meminta kembali, tetapi SK itu gugur setelah adanya SK pengesahan," jelas Refli.

Karena itu saran yang baik bagi KPU, lanjut Refli, adalah melihat proses administrasi terakhir yang dilakukan Menkumham atau meminta Golkar untuk tidak ikut Pemilukada serentak.

"Seharusnya KPU bisa melihat ke Kemenkumham, mana proses administrasi yang terakhir dilakukan," tutur dia.

Namun, Golkar kubu Ical memandang lain. Loyalis Ical, Ade Komaruddin mengatakan KPU jangan menaifkan hasil rekomendasi Komisi II DPR. Sebab, langkah yang paling bijak adalah menunggu adanya putusan hukum secara tetap atau incrakh.

"KPU jangan menaifkan rekomendasi Komisi II. Hal yang lurus dan benar adalah KPU mengakui hasil hukum yang incrakh atau yang tetap," pungkas dia.
 
Peran Aziz Syamsudin di Persidangan PTUN Dipertanyakan

Selain Yusril Ihza Mahendra, Ketua Komisi III Aziz Syamsudin juga turut dihadirkan dalam sidang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Yusril sendiri ditunjuk sebagai kuasa hukum kubu Ical.

Kubu Agung Laksono pun mempermasalahkan hal tersebut, karena PTUN sudah berjalan. Politikus Golkar, Agun Gunandjar menilai kehadiran Aziz dari pihak penggungat adalah menyalahi hukum.

"Kehadiran AS (Aziz Syamsudin) yang bersangkutan adalah anggota DPR. Bahkan menjabat Ketua Komisi III yang membidangi hukum, HAM dan Peradilan, dimana berperan aktif tidak dibenarkan secara hukum," ujar Agun melalui pesan singkat Rabu 29 April 2015.

Agun mempertanyakan kehadiran Azis yang berperan aktif dalam persidangan tidak melanggar UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dan tata tertib DPR. Sebab, aturan telah jelas menegaskan syarat keanggotaan, hak, wewenang dan kewajibannya.

"Kehadiran Azis, adalah anggota dewan, apakah tidak menyalahi sumpah jabatannya sebagai pejabat negara?" tanya Agun.

Menurut Agun, sebenarnya siapa pun boleh hadir dalam persidangan, namun pada prinsipnya pengunggat adalah DPP yang diwakili secara administratif oleh ketua umum dan sekjen. Tetapi mereka juga berhak memberikan jkuasa kepada pengacara atau para pengurus DPP.

"Memang benar AS (Aziz Syamsudin) adalah pengurus, tapi dia pejabat negara. Terlebih Ketua Komisi DPR. Jadi saya berpendapat kehadiran AS secara aktif itu yang tidak dibenarkan," tandas Agun.

Kisruh dualisme kepimpinan Partai Golkar terus berlanjut hingga kini, antara kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie atau Ical. Kemenkumham melegalkan kepengurusan Agung, sedangkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyebutkan penundaan putusan Kemenkumham, hingga ada putusan akhir dari pengadilan. (Rmn)