Liputan6.com, Jakarta - Pihak Mabes Polri buka suara soal penangguhan penahanan Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Anton Charliyan mengatakan, tidak ada pembangkangan yang dilakukan penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Polda Sulselbar). Penahanan semata-mata adalah kewenangan dari penyidik.
Namun, imbuh Anton, dalam penanganan kasus yang menjerat Abraham Samad atau AS ada kesepakatan yang baik antara Polri dan KPK. Selain itu AS dinilai masih kooperatif. Kemudian menurut Anton, pihaknya juga tidak ingin ditumpangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Karena kooperatif. Ada hal yang lebih penting untuk jaga hubungan agar tidak dimanfaatkan orang lain," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/4/2015).
"Kalau soal penahanan itu kewenangan penyidik. Penyidik punya atasan yang beri pertimbangan. Makanya diberi surat penahanan juga atas dasar koordinasi," imbuh Anton.
Anton pun menekankan, persoalan hukum tidak bisa dicampuradukkan oleh persoalan politik terlebih diintervensi. Tapi Polri juga tidak ingin di mata publik terlihat arogan. Polri pun sepakat untuk menyudahi konflik.
"Sekali lagi, hukum hanya untuk hukum. Di Indonesia ada kepentingan yang lebih besar. Daripada nanti diadukan lagi Polri dengan KPK. Seolah-olah Polri perpanjang konflik," tegas Anton.
Terkait alasan penangguhan penahanan yang akhirnya disetujui, sambung Anton, juga bukan karena KPK menghubungi Kapolri. Itu lebih karenanya pembelajaran kepada masyarakat agar mau kooperatif dalam pemeriksaan. Dan juga tidak semua tersangka itu ditahan.
"Penahanan tidak wajib. Ini pembelajaran untuk semua bahwa tidak harus semua tersangka atau terduga ditahan. Itu salah satu bentuk keluwesan hukum," ucap dia.
Terakhir Anton mengungkapkan, saat ini penyidik juga telah melimpahkan berkas kasus Abraham Samad ke kejaksaan untuk diteliti.
"Sekarang berkas AS sedang diperiksa oleh kejaksaan. Mudah-mudahan pekan ini atau pekan depan sudah P21 (lengkap)," tutup Anton.
Kejati Sulselbar Belum Terima Pelimpahan Berkas...
Kejati Sulselbar Belum Terima Pelimpahan Berkas
Kejati Sulselbar Belum Terima Pelimpahan Berkas...
Sekalipun berkas perkara Abraham Samad telah dinyatakan rampung oleh penyidik Polda Sulselbar, Kejaksaan Tinggi atau Kejati setempat mengakui belum menerima pelimpahan tahap pertama berkas perkara dugaan pemalsuan dokumen yang menjerat Ketua nonaktif KPK tersebut.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulselbar M Yusuf mengatakan, penyerahan berkas perkara dugaan pidana pemalsuan dokumen yang menetapkan Abraham Samad maupun Feriyani Lim sebagai tersangka dari Polda Sulselbar belum diterima.
"Kami belum terima adanya pelimpahan berkas dari Polda yang ada baru surat penyampaian dimulainya penyidikan (SPDP)," ucap Yusuf kepada Liputan6.com, Rabu (29/4/2015).
Jika nantinya pelimpahan berkas tahap pertama sudah diterima, lanjut Yusuf, pihaknya tentu akan melakukan pengkajian apakah berkasnya masih butuh ditambahkan atau sudah dianggap cukup.
"Tim nanti akan mengkaji lebih dalam apakah berkas sudah lengkap atau masih kurang alias butuh alat bukti lainnya," terang dia.
Bila kurang, sambung Yusuf, pihaknya akan mengembalikan berkas tersangka tersebut ketangan penyidik polda untuk dilengkapi. "Kita tentu akan beri keterangan petunjuk untuk dilengkapi jika isi pemberkasan kurang lengkap."
Dalam penanganan perkara ini, Yusuf mengungkapkan pihaknya telah membentuk tim khusus untuk meneliti pemberkasan. "Tim yang dibentuk terdiri 4 orang di mana 2 orang jaksa dari pidana umum masing masing Christian Karel Batuanik, Andi Sahrir, dan jaksa dari pidana khusus, yakni Muh Ihsan, Datum dan Ansari."
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari laporan Ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri, Chairil Chaidar Said, ke Bareskrim Polri. Namun karena lokus perkaranya berada di Makassar, Bareskrim kemudian melakukan pelimpahan penanganan perkara ke Polda Sulselbar pada 29 Januari 2015.
Dalam penyidikan kasus ini, Polda Sulselbar kemudian menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka pada 2 Februari 2015. Tak terima penetapan tersangkanya, Feriyani lalu melaporkan Samad dan seorang rekannya bernama Uki ke Bareskrim dalam kasus serupa.
Selanjutnya, kepolisian menggelar gelar perkara di Markas Polda Sulsebar, 9 Februari 2015. Abraham Samad pun ditetapkan sebagai tersangka, namun Uki tidak ditetapkan tersangka. Status tersangka itu juga baru diekspose pada 17 Februari lalu atau sehari setelah kemenangan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan dalam sidang praperadilan.
Kasus ini akhirnya menyeret Abraham Samad sebagai 'pesakitan' lantaran namanya tercantum dalam kartu keluarga (KK) yang dipakai Feriyani, saat mengurus paspor di Makassar pada 2007. Dalam dokumen itu, tertera Samad sebagai kepala keluarga dengan alamat di Jalan Boulevard Rubi II Nomor 48, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. (Ans)
Advertisement