Sukses

Kenang Tragedi Mei 98, Mahasiswa Trisakti Bagikan Mawar saat CFD

Pembagian bunga ini sebagai aksi awal peringatan tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 silam.

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan mahasiswa Universitas Trisaksi membagi-bagikan mawar merah kepada masyarakat yang sedang berolahraga di acara Car Free Day (CFD). Pembagian bunga ini sebagai aksi awal peringatan tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 silam.

Aksi diawali dengan long march dari Sarinah menuju kawasan bundaran Hotel Indonesia (HI). Sesampainya di sekitar kolam, mereka memggelar spanduk bernada reformasi.

Mahasiswa-mahasiswa itu pun langsung menggelar kain putih berukuran 1x4 meter. Di atas spanduk bertuliskan 'Ini Tanda Anda Mendukung Kami'.

Beberapa spidol disiapkan untuk warga yang ingin membubuhkan tanda tangan di spanduk itu. Sebagai hadiah, mahasiswa membagikan mawar merah kepada warga.

Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Zaki mengatakan, aksi ini sengaja digelar lebih dulu untuk menarik kembali simpati masyarakat dengan tragedi 12 Mei 1998.

"Kami ingin masyarakat juga mendukung aksi kami. Kami juga menuntut pemerintah melaksanakan 6 tuntutan reformasi," kata Zaki di lokasi, Jakarta, Minggu (3/5/2015).

Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah untuk menuntaskan kasus terbunuhnya 4 mahasiswa Trisakti saat tragedi berlangsung. Mereka berharap tahun ke-17 setelah reformasi ini menjadi aksi terkahir menuntut pemerintah menyelesaikan kasus tersebut.

"Tanggal 12 Mei nanti kami akan turun ke Istana Negara untuk mendesak pemerintah membuat pengadilan Ad Hock, meminta pemerintah merekonsiliasi kasus 12 Mei, dan menjadikan 12 Mei sebagai Hari Reformasi," pungkas Zaki.

Tanggal 12 Mei tercatat dalam sejarah reformasi Indonesia sebagai tragedi Trisakti. Saat itu, 4 mahasiswa yang berupaya menumbangkan pemerintah Orde Baru tewas ditembak aparat.

Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Namun, sampai saat ini Tragedi Trisakti hanya mengadili sejumlah aparat Brimob yang masing-masing dihukum 34 bulan penjara.

Pangkat paling tinggi di antara mereka adalah Iptu. Para Jenderal yang mengkomandoi penembakkan para aktivis pun sampai saat ini tidak pernah dibawa hingga ke meja hijau. (Ndy/Mut)