Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan evaluasi kerja para menteri belum tentu berujung pada perombakan kabinet. Namun, evaluasi kerja memang seharusnya dilakukan untuk mendongkrak semangat kerja para pembantu Presiden.
Ia menjelaskan, jika presiden melakukan perombakan kabinet, maka dasarnya harus dari penilaian presiden yang objektif, bukan karena desakan orang-orang di lingkungan pemerintahan yang subjektif.
"Adalah tidak elok jika kita mendorong reshuffle, tapi Presiden belum ingin melakukan perombakan. Kabinet kerja itu kan berbasis kinerja, jika ada evaluasi kerja itu memang keharusan," kata Misbakhun dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/5/2015).
Anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar ini menuturkan, jika reshuffle terjadi akibat desakan berbagai pihak, akan timbul persepsi negatif di mata publik.
"Kalau sampai kemudian Presiden didorong dan melakukan reshuffle, maka akan timbul prespektif baru Presiden salah melakukan pembentukan kabinet kerja. Presiden tentu tidak ingin disebut gagal dan salah memilih orang," tutur dia.
Misbakhun menilai, pemerintahan Jokowi beru saja berjalan, yaitu sekitar 7 bulan, dan kinerja menteri tidak dapat dinilai secepat itu. Apalagi banyak kementerian yang bekerja belum maksimal karena APBN belum dapat digunakan.
"DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) turun Maret, nomenklatur selesai baru bulan April yang lalu. Nah, sekarang bulan Mei. Bahkan ada kementerian yang belum dapat menggunakan anggaran karena nomenklaturnya belum selesai. Kalau belum bisa diimplementasikan dalam ruang APBN yang ada, terus yang mau dievaluasi apanya?" ujar Misbakhun. (Ado/Sss)
Golkar: Evaluasi Itu Harus, Tapi Tidak Selalu Berujung Reshuffle
Jika reshuffle terjadi akibat desakan berbagai pihak, akan timbul persepsi negatif di mata publik.
Advertisement