Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak usulan DPR untuk merevisi Undang-undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan UU Partai Politik. Hal ini diungkapkannya usai bertemu pimpinan DPR dan Komisi II.
Sang menteri mengaku khawatir revisi UU itu bisa mengganggu proses pilkada serentak yang prosesnya telah dimulai pada pertengahan Juli 2015 ini.
"Pemerintah khawatir kalau diadakan revisi walaupun hanya 3 poin, arah kepentingannya ke mana? Nanti jadi lebar akan sangat ganggu penahapan pilkada serentak yang jadwalnya mepet sekali," kata Tjahjo di Gedung Nusantara III, DPR, Jakarta, Senin (11/5/2015).
"Kalau terkait dualisme pengurus sudah dijelaskan. Sampai Bulan Juli ada pendaftaran pilkada daerah saya kira cukup diatur, kapan diselesaikan," imbuh dia.
Advertisement
Tjahjo tak mau menduga-duga alasan di balik permohonan revisi undang-undang tersebut, apakah untuk meloloskan 2 parpol yang tengah mengalami dualisme kepemimpinan atau lainnya. Namun dia memastikan, pemerintah berpedoman terhadap keputusan KPU.
"Saya tak tahu arahnya ke mana tapi bisa dicermati kira-kira arahnya ke mana. Perpanjangan politik daripada kekuatan parpol. Kami ikut KPU saja. Kalau merasa keberatan bukan aspek substansi materinya tapi aspek waktu yang dikhawatirkan ganggu," ujar Tjahjo.
Tjahjo menambahkan, pemerintah tetap akan mengikuti keputusan KPU yang berpedoman bahwa partai bersengketa harus memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap sebelum mengikuti pilkada.
"Kami ikut keputusan KPU karena di dalam revisi undang-undang lalu yang diusulkan Komisi II tentang penguatan KPU dan Bawaslu. Dan KPU diberi ruang untuk menyusun 10 peraturan KPU dan DPR komisi II sudah bentuk panja. Panja mendampingi KPU untuk menyusun 10 aturan KPU, dan KPU juga sudah menetapkan tahapan-tahapan jadwal yang rinci," pungkas Tjahjo.
Sebelumnya, dalam rapat antara Pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri Senin 4 Mei 2015 malam, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Namun KPU menolaknya. KPU mengambil kebijakan untuk menunggu putusan pengadilan yang inkrach atau memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat.
‎UU Pilkada yang akan direvisi dalam hal ini Pasal 42 ayat 4,5, dan 6 yang menyatakan pendaftaran calon kepala daerah oleh parpol dan atau gabungan parpol harus mendapat rekomendasi pengurus parpol di provinsi dan kabupaten kota, serta harus disertai surat putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Sedangkan UU Parpol yang akan direvisi adalah Pasal 32 terkait pengurus parpol harus terdaftar di Menkumham.‎ (Ndy/Sun)