Sukses

Nestapa Bocah 8 Tahun Ditelantarkan Orangtua Kandung

"Saya lihat 4 saudara perempuan D, kondisinya agak kurang terawat. Seperti tidak diperlakukan dengan baik. Kucel, kurus, kayak kurang gizi."

Liputan6.com, Jakarta - Makan minumnya dari belas kasihan warga. Sedangkan tidurnya di pos satpam. Selama sebulan lebih bocah laki-laki 8 tahun itu luntang lantung dengan sepedanya di sekitar perumahan tempat ia tinggal, Citra Gran, Cibubur, Jawa Barat. Tak pernah sekalipun dia pulang bertemu orangtua dan 4 adik perempuannya.

Selidik punya selidik, bocah berinisial D itu ternyata telah diusir orangtua kandungnya sendiri. Dia tidak diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisinya pun lusuh tak terawat.

"Kita sudah lihat ini nggak benar saat ia melarang D untuk masuk ke rumahnya sendiri," kata Sugeng selaku ketua RT setempat saat dihubungi Liputan6.com, Kamis 4 Mei 2015.

Dia mengungkapkan, D diketahui ditelantarkan orangtuanya setelah warga menanyakan langsung kepada D. "Selain dilarang masuk rumah, D juga sudah tidak bersekolah sejak sebulan lalu," ucap Sugeng.

Tidak hanya ditelantarkan, D juga mengalami tindak kekerasan dari orangtuanya. Seorang tetangga mengatakan, dia pernah melihat kepala D dipukul berkali-kali oleh ayahnya ke dashboard mobil.

Badan D juga ‎kerap terlihat memar seperti bekas pukulan. Namun setiap ditanya, bocah laki-laki tersebut tidak pernah mau menjawab pertanyaan warga."Di kepalanya D itu bekas lukanya banyak, ada yang kayak bekas jahitan. Di badannya juga sering terlihat lebam memar gitu," tandas tetangga D, Aldan Winner.

Kondisi itu membuat sejumlah warga prihatin. Selaku ketua RT, Sugeng telah berupaya menemui orang tua D untuk meminta agar anak mereka tidak diperlakukan seperti itu.

"Orangtuanya sempat berjanji tidak akan melakukan hal tersebut. Tapi tidak lama, anaknya kembali tidak diperbolehkan masuk ke rumah," lanjut Sugeng.   Selama tidak diperbolehkan masuk rumah, beberapa tetangga yang peduli mencoba menampung D dan memberikan makanan kepadanya. Namun orangtua D justru melabrak tetangga yang berbuat demikian.  

"Dia bilang itu merupakan caranya dalam mendidik anak," kata Sugeng lagi.   Karena dianggap telah melewati batas, Sugeng dan sejumlah warga melaporkan tindakan tersebut kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan polisi.

Polisi pun langsung bertindak cepat. Bersama KPAI dan petugas dari Kementerian Sosial, mereka mendatangi dan mendobrak rumah orangtua D.

Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda mengungkapkan, saat polisi dan tim tiba di rumah D, ayah dan ibu bocah itu yang berinisial UP dan NS, tak mau membukakan pintu. Bahkan menghardik petugas polisi untuk pergi dari rumahnya.

"Sempat menyebut kami mau merampok. Memang kelihatannya orangtuanya ini cukup temperamental," ujar Erlinda.

Polisi kemudian berupaya mengetuk pintu rumah untuk masuk secara baik-baik, namun pintu rumah tersebut tidak juga dibuka oleh orangtua D.

Keputusan untuk mendobrak pintu akhirnya terpaksa diambil karena dikhawatirkan ada senjata atau narkoba dalam rumah itu. Setelah pintu didobrak, polisi langsung menangkap orangtua D dan menggelandang mereka ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan.

Sementara D dan keempat adiknya diamankan di suatu tempat. "D dan adik-adiknya sekarang sudah aman. Kami sedang berupaya untuk melakukan negosiasi kepada polisi agar dapat dilakukan visum di sini untuk adik-adiknya dan tidak dilakukan di kantor polisi," ujar Erlinda.

Lewat Facebook

Kisah pilu D terungkap setelah tetangganya memposting kisah yang dialami bocah itu di media sosial Facebook. Komentar pun berdatangan, termasuk saran agar kasus itu dilaporkan ke KPAI dan polisi.  

Kasubdit I Jatanras Polda Metro Kompol Buddy di Mapolda Metro Jaya mengungkapkan, setelah mengetahui nestapa D dari media sosial dan juga dari laporan warga, serta atas perintah Kasubdit Jatanras Polda Metro AKBP Herry Heryawan, Buddy dan timnya langsung ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

"Ternyata ada 5 (anak), bukan 3. Lima-limanya merupakan anak kandung," jelas Budi.

Saat tim mendobrak rumah D, polisi dan KPAI melihat kondisi dalam rumah yang dari luar terlihat mewah itu sangat memprihatinkan. Erlinda menggambarkan kondisi dalam rumah dua lantai itu seperti 'kapal pecah'. Sangat berantakan dan sampah dimana-mana. Bahkan ada popok (diapers) yang masih ada kotorannya.

Banyak perabotan rumah tangga yang tidak diletakkan secara teratur. "Sangat tidak layak, sampah-sampah dan makanan berbaur menjadi satu. Pakaian bekas entah yang bersih atau kotor tertumpuk di setiap sudut ruangan hingga di atas kasur," ucap dia.

"Kondisi rumahnya seperti habis terkena tsunami, sangat berantakan, sampai kami kesulitan menyimpulkan mana yang ruangan kamar dan mana dapur, dari luar terlihat elit tapi setelah ke dalam sangat tidak manusiawi," ucap Buddy juga.

Bukan hanya kondisi rumah yang memprihatinkan bahkan ke-4 adik D, ujar Sugeng, kondisi mereka lebih-lebih memprihatikan.

"Saya lihat tadi 4 saudara perempuan D, kondisinya agak kurang terawat. Seperti tidak diperlakukan dengan baik. Kucel, kurus, kayaknya kurang asupan gizi," ucap Sugeng.

Trauma Mendalam dan Ketakutan

Dari segi psikis, kata Erlinda, D dan adik-adiknya mengalami trauma dan di bawah tekanan. “Kita melihat dari sorot matanya, dia (D) trauma mendalam dan rasa ketakutan. Kondisi 4 anak yang lain, yang kita lihat tampak gangguan psikis, trauma, dan dibawah tekanan," jelas Erlinda.

Kini kelima bocah tak berdosa itu dibawa ke rumah perlindungan anak milik negara untuk mendapat perlindungan.

"Kita akan handle trauma heilingnya dulu. Tadi kami lihat anaknya yang 4 lagi dikondisikan oleh orangtuanya," jelas Erlinda.

Adapun kedua orangtua mereka langsung diperiksa penyidik Polda Metro Jaya. Dari Jatanras, mereka kemudian dibawa ke Unit Renakta (kekerasan anak dan wanita).

Di tempat ini, UP dan NS melewati serangkaian pemeriksaan psikologis. "Pemeriksaan kejiwaan itu pasti ya. Nanti diperiksa, kita tahu kondisi kejiwaannya seperti apa, apa ada kelainan," kata Buddy.

Menurut Buddy, pihaknya melihat tidak ada masalah pada bapak 5 anak yang mengaku berprofesi sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi swasta dan intel itu. Tapi, berbeda dengan kondisi sang istri, NS. "Sejauh ini Utomo diajak ngobrol masih nyambung. Istrinya nanti. Saya belum simpulkan," tutur Buddy.

Atas kejadian ini, Erlinda menegaskan, jika dalam pemeriksaan nanti kedua orangtua D terbukti menelantarkan, melakukan kekerasan fisik dan psikis kepada anaknya, maka hak asuh atas anak-anak mereka bisa dicabut dan diambil alih oleh negara.

Keduanya juga terancam hukuman pidana, revisi UU 35 Tahun 2014, dengan hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda 100 juta.

Tapi, ujar Erlinda, jika dari pemeriksaan psikologi keduanya memang ada gangguan jiwa, maka secara hukum akan terlepas dari tuntutan dan wajib menjalani rehabilitasi. (Sun)