Liputan6.com, Jakarta - Kasus penelataran anak oleh orangtuanya di kawasan Cibubur, Jawa Barat, membuat miris hati. D, bocah lelaki yang masih berusia 8 tahun dilarang masuk rumah dan terpaksa tidur di pos jaga serta makan dari hasil iba tetangga.
Hal ini pun sampai juga ke telinga Gubernur DKI Jakarta Ahok. Pemilik nama Basuki Tjahaja Purnama itu mengaku tak begitu banyak mengetahui persoalan ini. Karena itu dia menyerahkan segalanya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Itu urusan KPAI deh, saya nggak tahu," kata Ahok di Balaikota, Jakarta, Jumat (15/5/2015).
Ahok menilai, permasalahan ini lebih tepat jika langsung ditangani oleh KPAI atau pihak kepolisian. Sebab, merekalah yang lebih ahli di bidang itu.
"Tanya polisi. Nanti tanya ama KPAI ahlinya," tutur mantan bupati Belitung Timur itu.
Kasus penelantaran bocah D terungkap setelah tetangga korban mem-posting kisah yang dialami bocah itu di Facebook. Komentar pun berdatangan, termasuk saran agar kasus itu dilaporkan ke KPAI. Â
Berdasarkan penuturan tetangga korban, Hendro, bocah D tiap hari tidur di pos jaga dan makan-minum dari bantuan tetangga. Dia dilarang masuk rumah oleh orangtuanya sejak sebulan lalu.
Jika dalam pemeriksaan kedua orangtua D terbukti sengaja menelantarkan anaknya, keduanya akan terancam hukuman pidana, revisi UU 35 Tahun 2014, dengan hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda 100 juta. Hak asuh atas kelima anaknya juga bisa dicabut.
Ayah Membantah
Ayah bocah D, UP (45) menyangkal penelantaran yang dituduhkan kepada dirinya. UP membantah semua tuduhan menelantarkan anak, tidak memperbolehkan anaknya pulang, bahkan sampai tidak memberikan makan.Â
Advertisement
"Sama sekali nggak ada, fitnah itu, susah begini jadinya," kata UP pada 14 Mei 2015.
Dia mengaku, D adalah anak lelaki tunggal yang hingga berusia 5 tahun dititipkan kepada sang nenek. Karena itulah sang ayah merasa kurang memiliki ikatan batin dengan putra tunggalnya itu.
UP menganggap, D terlalu manja hingga membuatnya bersikap tegas. Namun perlakuan itu berbeda dengan yang diberikan kepada 4 anak lainnya yang perempuan.
Dia menjelaskan, kondisi di rumahnya termasuk sebuah perumahan elite yang tidak ada pagarnya. Jika ada tetangga yang mengaku kalau anaknya dibiarkan bebas keluar-masuk rumah, itu merupakan hal biasa.
"Dia kan anak cowok, nggak masalah lah. Nggak ada perkara. Tetangga saja yang fitnah kita," ujar UP. (Ndy/Sss)