Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali, Titiek Soeharto mengaku girang dengan penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan kubu Aburizal Bakrie atau Ical.
Wanita bernama lengkap Siti Hediati Hariyadi itu menilai, dari awal memang pihaknya yang berhak disebut sebagai pengurus Partai Golkar yang sah dan diakui oleh Menteri Hukum dan HAM.
"Bahwa memang kebenaran yang menang. Kalau kata Bapak saya, becik ketitik olo ketoro itu bahasa Jawa. Artinya yang bagus itu akan terungkap, yang jelek akan terungkap," kata Titiek di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/5/2015).
Wakil Ketua Komisi IV DPR itu mengaku tak khawatir, jika nantinya Golkar kubu Agung mengajukan banding. Sebab, mengajukan banding memang sebuah hak bagi seseorang yang sedang mengikuti proses hukum.
Namun putri Presiden ke-2 RI mendiang Soeharto itu menekankan, lewat putusan PTUN tersebut bisa dijadikan rujukan untuk kader di daerah bahwa Golkar kubu Ical adalah pengurus partai beringin yang sah.
"Ya sah sah saja. Kalau mau banding ya terserah. Cuma ini sudah jelas dan diputuskan. Ya yang penting kader-kader di daerah supaya lebih percaya diri lagi dan kita yang menang meneruskan kerja kita ke depan," ujar Titiek.
Tagih Janji Menkumham
Sementara itu kader Golkar kubu Ical lainnya, M Misbakhun mengatakan, Menkumham Yasonna H Laoly pernah berjanji tidak akan mengajukan banding jika PTUN mengabulkan gugatan kubu Ical terkait dualisme kepengurusan tersebut.
"Yasonna pada rapat kerja dengan Komisi III DPR mengatakan ada dugaan kesalahan pengutipan putusan Mahkamah Partai Golkar. Yasonna juga mengatakan bahwa akan menghormati putusan PTUN bila PTUN membatalkan SK Menkumham. Sekarang kita tagih komitmen itu bahwa dia akan menghormati putusan PTUN," ucap Misbakhun.
Jika benar nantinya Yasonna akan mengajukan banding, Misbakhun menyebut akan menimbulkan polemik baru. Bahkan, lanjut dia, akan membuat kondisi nasional menjadi terganggu.
"Ketika Yasonna banding, itu sebuah pelanggaran komitmen walaupun tidak tertulis, tapi dia sudah menyampaikannya dalam rapat di Komisi III DPR RI," ujar dia.
Hal yang sama dilontarkan oleh Bendahara Umum Golkar kubu Ical, Bambang Soesatyo. Ia pun turut menagih janji Yasonna tersebut.
"kita minta kepada Yasonna untuk secara ksatria memenuhi janjinya yang diucapkan di Komisi III," tandas pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Selanjutnya: Momen Bersatu...
Momen Bersatu
Momen Bersatu
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Nomor 62/G/2015/PT-TUN-Jkt menegaskan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM dengan Nomor M.HH-01.AH.11.01 yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas IX Ancol telah dicabut. Hal ini membuat Kepengurusan Munas VIII Riau dengan Ketua umumnya Aburizal Bakrie atau Ical dan Wakil Ketua Umumnya Agung Laksono dipandang eksis kembali sambil menunggu adanya putusan hukum tetap.
Politikus senior Golkar yang juga merupakan kubu Ical, Theo L Sambuaga menegaskan tidak perlu lagi mencari siapa yang menang dan kalah lagi. Menurut dia, hal ini bisa menjadi momen untuk bersatu kembali terutama jelang Pemilukada secara serentak.
"Mari kita terima ini sebagai putusan yang terbaik dan saya mengajak teman-teman saya yang masih di kubu Pak Agung Laksono mari kita bersatu kembali, kompak kembali, kita berusaha meningkatkan kinerja Golkar dengan meningkatkan kontribusi Golkar bagi bangsa dan negara," ujar Theo di PTUN Jakarta Timur, Senin (18/5/2015).
Menurut Theo satu hal yang membuat kembali adalah baik kubu Agung maupun Menkumham tidak mengajukan banding.
"Kita mengimbau kepada Pak Agung untuk tidak naik banding, terimalah. Begitu juga Menkumham, tidak perlu naik banding. Dengan demikian ini momentum bagi Golkar untuk bersatu, untuk kembali bersama untuk kompak," jelas dia.
Theo pun menerangkan langkah selanjutnya adalah melakukan konsolidasi. "Di daerah tidak ada masalah. Di tingkat pusat, kita akan ajak bersama-sama," tutur Theo.
Senada, kuasa hukum kubu Ical, Yusril Izha Mahendra pun meminta kepada kubu Agung untuk segera rapat dengan Agung Laksono. Sebab, SK Menkumham sudah dicabut, maka Munas Riau yang kembali.
"DPP Golkar yang sah adalah hasil Munas Riau tahun 2009. Jadi Agung Laksono yang masuk bagiannya, silahkan rapat sama-sama dengan Ical dan Idrus dalam kapasitas sebagai Waketum untuk bahas pencalonan pilkada yang akan datang," tutur Yusril.
Kubu Agung Belum Terima
Golkar kubu Agung menilai hal ini bukan soal kembali bersatu atau tidak. Politisi Golkar kubu Agung, Agun Gunanjar majelis hakim melakukan ultra petita dengan mengembalikan ke Riau, yang sudah selesai oleh Munas Bali dan Munas Jakarta.
Menurut Agun, akan sangat berisiko jika putusan inkracht-nya berbeda dengan putusan PTUN hari ini.
"Mahkamah Partai atas putusan PN Pusat dan PN jelas-jelas putusannya terselip kepentingan Munas Bali, dengan dikembalikannya ke hasil Munas Riau dalam rangka mengikuti pilkada, bagaimana kalau putusan inkracht-nya berbeda, ini ultra petita," ujar dia.
Karena itu, Agun menegaskan lebih baik menunggu hasil banding ke Mahkamah Agung, sehingga mendapatkan tempat yang terbaik.
Selanjutnya: Kedua Kubu 'Kompak'...
Advertisement
Kedua Kubu 'Kompak'
Kedua Kubu 'Kompak'
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara telah mengeluarkan putusan terkait sengketa kepungurusan partai Golkar. Dalam salah satu putusannya, Majelis Hakim memerintahkan agar kepengurusan Golkar kembali ke hasil Munas Riau akibat dicabutnya Surat Keputusan Menkumham yang mengesahkan kepengurusan Golkar versi Munas Ancol.
Terkait hal tersebut, Ketua DPP Golkar kubu Agung, Lawrence Siburian mengatakan putusan hakim telah memutuskan sesuatu putusan yang melampaui batas kewenangannya yaitu menyatakan bahwa Hasil Munas Riau 2009 sah untuk memimpin Partai Golkar. Hal inilah yang membuat kubunya mengajukan banding.
"Alasan kita mengajukan banding atas putusan PTUN tadi, bahwa sesungguhnya hakim PTUN tidak berwenang menyatakan SK hasil Munas Riau yang berlaku. Hanya Mahkamah Partai Golkar dan Pengadilan Negeri yang berwenang. Kewenangannya adalah hanya mengadili SK tanggal 23 maret 2015," ujar Lawrence di PTUN, Jakarta, Senin (18/5/2015).
Lawrence juga menegaskan bahwa hakim tadi mempertimbangkan soal pilkada padahal tidak ada di antara kedua pihak, baik penggugat dan tergugat yang berbicara soal pilkada.
"Jadi hakim melampaui dari apa yang diminta para pihak," jelas dia.
Selain itu, menurut Lawrence hakim juga mengesampingkan penjelasan Ketua Majelis Hakim Muladi tentang putusan MPG. Apalagi, hakim telah mengesampingkan undang-undang Parpol yang menyatakan putusan MPG adalah final dan mengikat.
"Hakim mengatakan bahwa dia berwenang untuk menerobos prinsip final dan mengikat. Menurut saya hakim ini keterlaluan karena sengketa antara diselesaikan dan diputus MPG. Ditambah Menkumham yakin putusan MPG adalah final dan mengikat sepanjang menyangkut perselisihan kepengurusan. Itulah sebabnya Menkumham menerbitkan SK Pengesahan," jelas dia.
Tanggapan Kemenkumham
Bukan hanya Golkar kubu Agung Laksono yang menganggap putusan Majelis Hakim melebihi wewenangnya. "Jelas putusan hakim ada yang melampaui. Itu yang kita nilai," ujar Direktur Tata Negara Menkumham Tehna Bana Sitepu.
Karena itu alasan terbesarnya selain SK Menkumham benar adanya, pihaknya mengajukan banding. "Karena hal itulah kita ajukan banding ke PTTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara)," pungkas dia. (Ans)