Sukses

BKSDA Jabar Terima 2 Kakatua Jambul Kuning

Keberadaan kakatua jambul kuning sendiri sudah di ambang kepunahan.

Liputan6.com, Bogor - Pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat menerima dua burung kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) dari pemiliknya di Depok dan Bogor, Jawa Barat. Keberadaan kakatua jambul kuning sendiri sudah di ambang kepunahan.

Kepala Wilayah II Bogor, BKSDA Jabar Wibawanto mengatakan, dua burung tersebut diserahkan secara sukarela pemiliknya dari Kecamatan Cilodong, Depok dan Cileungsi, Bogor pada Minggu 17 Mei 2015.

"Untuk burung kakatua yang diambil dari Depok berukuran 30 centimeter dengan usia sekitar delapan tahun. Sedangkan yang diambil dari Bogor, berukuran 25 centimeter dengan usia sekitar lima tahun," kata Wibawanto di Kantor BKSDA, Keradenan, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (18/5/2015).

Wibawanto menuturkan, rata-rata para pemilik memperoleh burung tersebut pemberian dari teman. Habitan asli kakatua jambul kuning tersebar di Indonesia bagian timur seperti Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Bali, dan Timor, di tempat yang masih terdapat hutan-hutan primer dan sekunder.

"Pakan unggas cerdas dan gemar berkawanan ini terdiri dari biji-bijian, kacang, dan aneka buah-buahan. Burung betina menetaskan antara dua sampai tiga telur dalam sarangnya di lubang pohon," beber dia.

Lanjut Wibawanto, spesies ini didaftarkan dalam Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) Appendix I.

"Saat ini habitatnya di alam bebas sangat terbatas karena penangkapan liar yang terus berlanjut untuk perdagangan, serta daerah dan populasi di mana burung ini ditemukan sangat terbatas," jelas dia.

Dalam satu tahun terakhir, BKSDA Jawa Barat menerima 14 ekor kakatua jambul kuning yang diserahkan pemiliknya dari beberapa wilayah di Jabodetabek.

"Burung-burung yang diserahkan, selanjutnya akan ditangkarkan di tempat korservasi, selanjutnya akan dilepasliarkan di habitat liarnya," papar dia.

Wibawanto pun mengimbau kepada warga masyarakat untuk menyerahkan binatang yang dilindungi negara sesuai dengan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Selanjutnya: Orangutan Diperdagangkan...

2 dari 2 halaman

Orangutan Diperdagangkan

Orangutan Diperdagangkan

Vast Haris Nugroho Sentono terlihat tenang meskipun diancam hukuman penjara maksimal selama 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Dia didakwa dalam kasus perdagangan satwa dilindungi, seekor orangutan (Pongo abelii) dalam sidang yang digelar di Ruang Candra I, Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Senin (18/5/2015).

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Emy F Manurung, di hadapan majelis hakim yang diketuai Agis Setiawan, bahwa pada 27 Februari 2015, di Desa Rumah Galuh, Kecamatan Sibiru-ribu Kabupaten Deliserdang, terdakwa berusaha menjual orangutan hidup yang masih anakan bayi dan dalam keadaan hidup kepada seseorang. Dia ditangkap oleh Polisi Kehutanan (Polhut) Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul atas informasi masyarakat.

Pada saat penangkapan, Haris sempat melakukan perlawanan kepada petugas. Hal yang mana pada saat itu, rekan Haris yang membawakan orangutan ke lokasi tersebut kemudian lari dan sampai kini masih dalam pencarian. Dari terdakwa diperoleh barang bukti orangutan yang saat ini dititipkan di Pusat Karantina Orangutan Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang Utara, kemudian satu unit tas ransel dan telepon seluler.

Atas perbuatannya, dia didakwa melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dan diancam pada Pasal 40 Ayat 2 jo Pasal 21 Ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem jo PP Nomor 7 Tahun 1999.

Dalam sidang tersebut, jaksa Emmy menghadirkan 3 saksi, yakni 2 saksi di lapangan yang menangkap terdakwa, dari Polhut SPORC Brigade Macan Tutul, Musliadi selaku Kepala Unit Intelijen dan Dedi Karo-karo selaku driver dan saksi Ahli, Fitri Norch.

Usai mendengarkan keterangan 3 saksi, hakim kemudian menunda sidang hingga sepekan mendatang. Jaksa penuntut umum, Emmy F Manurung menyebutkan bahwa Haris merupakan bos dari Dede Setiawan, terpidana dalam kasus penjualan satwa langka dilindungi yakni dua kucing mas dewasa dan anak-anak, satu owa, dan satu siamang yang mana sudah divonis selama 16 bulan oleh majelis hakim yang diketuai Waspin Simbolon pada 14 Agustus, setahun lalu.

Haris sendiri, di depan ruang sel tunggu PN Medan mengatakan bahwa dirinya tidak hendak menjual, namun memberikan orangutan kepada orang yang sudah dikenalnya selama 6 bulan sebelumnya. "Bukan mau menjual bang, tapi mengasihkannya, karena dia minta," ucap dia. (Ans)