Liputan6.com, Jakarta - Meski kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara, tampaknya Golkar kubu Agung Laksono masih tetap percaya diri. Wakil Ketua Umum DPP Golkar versi Munas Ancol Yorrys Raweyai mengatakan tetap tenang dengan putusan tersebut.
Menurut dia, biarkan kubu Aburizal Bakrie atau Ical sibuk dengan PTUN, sedangkan kubu Agung fokus pada pilkada.
"Yang penting kita konsolidasi biar bisa ikut pilkada. Dia (kubu sebelah) sibuk PTUN, kita sibuk gimana biar Golkar biar bisa ikut pilkada," ujar Yorrys di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (19/5/2015).
Yorrys merasa yakin dan santai karena pihaknya yang masih memegang Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM, di mana dengan adanya banding, maka PTUN tersebut belum bisa berlaku.
"Ngapain kita harus pusing. KPU hanya berpegang pada SK Menkumham. Kita punya legalitas pertama Mahkamah Partai dan kedua SK Menkumham," tutur Yorrys.
Dia menegaskan sebenarnya masalah utama adalah Munas Riau kembali 'hidup' yang dinialai berbau politis.
"Munas Riau berlaku itulah yang dipersoalkan. Putusan ini sangat politis," pungkas Yorrys.
Selanjutnya: Berhak Ikuti Pilkada...
Berhak Ikuti Pilkada
Berhak Ikuti Pilkada
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berencana melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan SK Menkumham Yasonna H Laoly atas pengesahan kepengurusan Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono. PTUN mengembalikan kepengurusan Golkar atas hasil Munas Riau tahun 2009 silam.
Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Bowo Sidik Pangarso menyatakan, jika Kemenkumham resmi mengajukan banding, maka Golkar kubu Agung berhak mengikuti Pilkada serentak yang akan digelar pada Desember 2015 nanti.
Hal tersebut menurut dia, tertuang sebagaimana Peraturan KPU yang menyebutkan, jika ada putusan pengadilan yang belum inkracht maka yang dipakai SK terakhir Kemenkumham.
"Yang berhak ikut pilkada yang punya SK Menkumham terakhir. Itu tertuang dalam UU. Jadi kalau pihak Menkumham mengajukan banding, catat ya Golkar kami kubu Agung yang berhak mengikuti pilkada," kata Bowo Sidik di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (19/5/2015).
Dijelaskan Bowo, KPU tidak bisa menjadikan SK Munas Riau sebagai peserta pemilu sebagaimana diamanatkan dalam putusan PTUN. Hal itu selain putusan sudah digugat Menkuham, juga lantaran SK Munas Riau sudah habis seiring adanya SK Munas Ancol.
"Kecuali Kemenkumham tidak banding dan mencabut SK Munas Ancol dan menggantinya dengan SK Munas Riau. Ingat Munas Bali itu nggak punya SK," jelas dia.
Bowo menilai, wacana revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai Politik di DPR tak lepas dari kepentingan Golkar kubu Aburizal Bakrie atau Ical.
Mereka, sambung dia, menginginkan agar yang dijadikan peserta pemilu adalah kepengurusan yang diputuskan dalam putusan pengadilan terakhir, bukan berdasarkan SK Menkumham.
"Makanya mereka punya keinginan mau merevisi UU Parpol dan UU Pilkada. Mengapa minta direvisi? Karena ingin putusan terakhir pengadilan yang diakui KPU, bukan SK Menkumham terakhir," tandas Bowo Sidik.
Selanjutnya: PTUN Tidak Inkracht...
Advertisement
PTUN Tidak Inkracht
PTUN Tidak Inkracht
Sementara Golkar kubu Aburizal Bakrie, Muhammad Misbakhun mengakui bahwa keputusan PTUN yang membatalkan SK Menkumham atas kepengurusan Munas Ancol tidak bersifat inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
"Semua orang juga mengakui bahwa keputusan PTUN itu memang tidak bersifat inkracht," kata Misbakhun.
Karena itu, Misbakhun mempersilakan jika pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan PTUN bisa dilakukan banding. "Itu hak yang tergugat yang merasa kalah bisa melakukan banding," ujar dia.
Sejatinya, menurut anggota Komisi XI ini, keputusan PTUN tersebut untuk menjaga stabilitas politik yang baik. "Ini untuk menjaga stabilitas bernegara yang baik."
Misbakhun juga mengakui sedang mempelajari jika benar-benar Menkumham dan kubu Agung Laksono melakukan banding di Pengadilan Tingkat Tinggi Usaha Negara (PTTUN).
"Kita akan pelajari dulu, karena yang kemarin kita gugat itu Menkumham," pungkas Misbakhun.
Selanjutnya: Jabatan Yusril Dipertanyakan...
Jabatan Yusril Dipertanyakan
Jabatan Yusril Dipertanyakan
Yusril Ihza Mahendra saat ini menjadi penasihat hukum dan juga kuasa hukum Golkar kubu Aburizal Bakrie dalam menangani masalah hukum terkait sengketa kepengurusan Golkar. Namun sejatinya Yusril juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Ia terpilih pada Muktamar IV PBB di Bogor, Jawa Barat, Minggu 26 April 2015.
Lantaran itulah, Agung Laksono sebagai Ketum DPP Golkar versi Musyawarah Nasional IX Jakarta mempertanyakan hal tersebut.
Meski mempertanyakan, Agung Laksono enggan melihat sikap Yusril tersebut dibenarkan atau tidak.
"Itu jadi pertanyaan saya. Kita juga belum bisa jawab karena itu bukan ranah kami. Seorang pimpinan parpol secara etika bisa dibenarkan atau jadi tidak, terus kemudian jadi pengacara dalam kasus bidang politik. Ini yang jadi pertanyaan," ujar Agung di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (20/5/2015) dini hari.
Di tempat yang sama, Ketua DPP Golkar Bidang Hukum versi Munas Jakarta, Lawrence Siburian mengatakan pertanyaan tersebut bukan hanya dirasakan oleh Agung Laksono. Namun juga pertanyaan seluruh peserta Rapat Pimpinan Nasional II, yang baru diadakan oleh kubunya.
"Memang kita juga dan peserta rapimnas juga, mempertanyakan jabatan Yusril yang juga merupakan Ketum PBB. Jelas jika menangani perkara ini, diduga potensi conflict of interest itu sangat besar," ujar Lawrence.
Terkait hal ini, pihaknya segera melayangkan surat tertulis kepada Yusril untuk tidak menangani perkara ini. Menurut Lawrence surat tersebut meminta agar Yusril berhenti menangani kasus tersebut.
"Kita akan bicarakan kepada Yusril jangan lagi menangani kasus ini. Kita akan sampaikan secara tertulis kepada Pak Yusril. Mudah-mudahan dia mengerti, meskipun hak dia sebagai penasihat hukum, tetapi ada etikanya yang dilanggar," jelas Lawrence.
Selanjutnya: Tak Ikut Pilkada?...
Advertisement
Tak Ikut Pilkada?
Tak Ikut Pilkada?
PTUN Jakarta telah mengabulkan gugatan Partai Golkar Kubu Ical dan memenangkan partai berlambang pohon beringin versi Munas Ancol.
Meski telah memenangi sidang PTUN, partai tertua di Indonesia tersebut sepertinya tetap akan kesulitan mengikuti Pilkada serentak di Provinsi Banten yang akan berlangsung akhir tahun 2015 ini.
"Kalau tidak diakui Kemenkumham ya tidak bisa ikut dalam pilkada. Soal konflik diatur pada Pasal 36 Peraturan KPU No 9/2015, yakni KPU akan menunggu putusan inkracht (tetap)," kata Ketua KPUD Provinsi Banten, Agus Supriyatna, Selasa (19/5/2015).
Partai Golkar dan PPP diharapkan segera menyelesaikan kemelut yang ada. Meski PTUN menetapkan kepengurusan yang sah adalah hasil Munas Riau tahun 2009 lalu, di mana Ical sebagai ketua umum dan Agung Laksono sebagai wakilnya, hal tersebut masih menjadi perdebatan.
KPU tidak mau direpotkan dengan persoalan internal parpol. Karena, KPUD hanya akan mengikuti surat edaran yang dikeluarkan oleh KPU pusat.
"KPU RI akan mengeluarkan surat edaran berdasarkan parpol yang telah diakui oleh Menkumham," terang dia.
Sejauh ini, belum diputuskan apakah Golkar dan PPP bisa ikut dalam pilkada. Periode pencalonan pun masih lama berlangsung pada bulan ketujuh. Apabila jelang masa pencalonan belum tercapai inkracht, maka KPU akan menunggu islah atau berdamai antar kubu yang berseteru.
Lalu, putusan islah tersebut akan dilaporkan kepada Menkumham. Selanjutnya kementerian akan menyampaikan kepada KPU RI kepengurusan mana dari parpol bersangkutan yang diakui. Oleh karena itu KPUD harus menunggu keterangan dari KPU pusat pihak mana yang diakui.
"Jika tidak ada inkracht dan belum ada putusan islah (Golkar), maka hak ikut serta dalam pemilihan kepala daerah hilang alias tidak bisa mengajukan calon," tegas dia.
Perlu diketahui bahwa secara nasional ada 269 pilkada yang akan dilaksanakan serentak di seluruh wilayah Indonesia mulai Desember 2015 mendatang. (Ans)