Liputan6.com, Jakarta - Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Achmad Fadlil mengikuti seleksi calon hakim agung (CHA). Dia lolos ke tahap akhir atau tes wawancara terbuka bersama 17 calon lain.
Dalam tes wawancara terbuka, Fadlil mengutarakan pendapatnya soal putusan hukuman mati. Itu ia utarak‎an usai mendapat pertanyaan soal putusan hukuman mati dari budayawan Romo Frans Magnis-Susesno yang menjadi salah satu penguji.
Menurut Fadlil, hukuman mati seperti pengobatan luka parah dengan cara amputasi. Dengan diamputasi, luka atau penyakit parah itu tidak menular ke anggota tubuh yang lain.
‎
"Kita samakan dengan pengobatan. Maka hukuman mati sesungguhnya dapat kita analogikan sebagai amputasi sebagai jalan terakhir agar tak menular pada yang lain," ujar Fadlil dalam tes wawancara terbuka seleksi CHA di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Jumat (22/5/2015).‎
Fadlil menjelaskan, jika hakim memvonis mati seorang terdakwa, sudah dipastikan terdakwa itu bersalah. Di matanya, tidak ada ruang berpikir bagi si hakim bersangkutan‎ untuk menilai terdakwa itu tidak bersalah.
"Bagi saya, sebagai seorang hakim kalau memutus dengan hukuman mati sudah diyakini bersalah. Tidak ada ruang bagi hakim yang memutus mati untuk berpikir dia tidak bersalah," ujar Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Jawa Tengah ini.
Romo Magnis pun menyinggung terpidana mati asal Filipina Mary Jane. Romo Magnis mempertanyakan apakah Mary Jane layak dihukum atau tidak?
Tapi Fadlil memilih untuk tidak berkomentar. Alasannya, dia tidak mengetahui detail kasus tersebut.‎
‎
"Saya tidak mengetahui bagaimana proses penyidikan kasus itu hingga dijatuhi hukuman mati. Jadi saya tidak mau berkomentar secara firm soal kasus itu," ucap Fadlil.
‎
KY tengah melaksanakan seleksi CHA periode I tahun 2015. Seleksi CHA itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan 8 slot jabatan hakim agung yang kosong di Mahkamah Agung.
Adapun 8 jabatan hakim agung yang kosong itu, yakni 1 hakim agung Kamar Agama‎, 2 hakim agung Kamar Perdata‎, 2 hakim agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN), 2 hakim agung Kamar Pidana, dan 1 hakim agung Kamar Militer.‎ (Ali/Ans)
‎
Eks Hakim MK: Hukuman Mati Jadi Amputasi Agar Tak Menular
Jika hakim memvonis mati seorang terdakwa, sudah dipastikan terdakwa itu bersalah.
Advertisement