Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menyatakan pimpinan DPR sudah resmi mengirim surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU). Audit dilakukan untuk anggaraan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang, yang meningkat Rp 4 triliun dari sebelumnya Rp 3 triliun menjadi Rp 7 triliun.
"Audit uangnya, surat BPK bukan Komisi II tapi pimpinan DPR kemarin sudah dikirim surat ke BPK. Jadi jangan dikira mereka ini independen, mandiri, gimana ceritanya uangnya juga dari negara kok," kata Rambe saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Menurut dia, lembaga pimpinan Husni Kamil Manik ini memang independen. Namun, tidak bisa sesuka hati menggunakannya, melainkan pihaknya juga butuh pertanggungjawaban KPU.
"KPU bisa tidak melaksanakan apa yang diatur dalam PKPU, tapi kan selama ini KPU juga bilang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) belum juga dibentuk. Ada juga tahapan lain yang belum juga dilakukan," ujar dia.
Sebab itu, kata Rambe, saat ini pihaknya ingin menegaskan apakah jadwal tahapan pilkada serentak sudah berjalan atau tidak. "Kita akan cek dan tanya KPU. Tidak boleh KPU berbicara atau membuat statement yang melanggar UU," kata dia.
Wajar Anggaran KPU Diaudit
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, hal yang wajar anggaran KPU untuk pilkada serentak ini diaudit oleh BPK, karena anggaran ini besar. "Ini lucu, masa pilkada serentak kan harusnya efektif, efisien tapi malah naik Rp 4 triliun dari Rp 3 triliun menjadi Rp 7 trilun. Ini konyol, jadi harus diaudit," kata Fadli Zon.
Selain itu, lanjutnya, kinerja KPU juga harus diaudit dikarenakan pada prinsipnya yang harus DPR koreksi apa yang diajukan oleh KPU. "Oleh karena itu kita minta BPK untuk audit KPU. Harusnya lebih murah kok jadi lebih mahal," tegasnya. (Ado)
Pimpinan DPR Minta Anggaran Pilkada Serentak Diaudit BPK
Audit dilakukan untuk anggaraan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang, yang meningkat dari Rp 3 triliun menjadi Rp 7 triliun.
Advertisement