Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bakal mengevaluasi gaji para PNS. Dia tidak ingin para pegawai plat merah itu mendapat gaji besar tapi tak sebanding dengan kinerjanya.
"Apa pantas PNS digaji besar hanya untuk fotokopi? Kalau begitu mendingan saya rekrut OB (office boy) saja," ujar Ahok saat sambutan pembukaan Forum Konsultasi Publik dalam rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Balaikota, Jakarta, Senin (25/5/2015).
Ahok meminta Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan Sekretaris Daerah Saefullah, memeriksa dengan benar pekerjaan yang dilakukan para PNS. Seberapa pantas para pegawainya itu mendapat gaji besar.
"Nanti semua harus tahu setiap orang kerjanya apa. Jangan cuma fotokopi, fotokopi-nya sebanyak apa. Nanti Pak Wagub cek, dia fotokopi atau bikin kopi," imbuh dia.
Tidak efisiennya jumlah PNS dengan pekerjaan yang dilakukan dirasakan sendiri oleh Ahok, saat dirinya baru menjabat di Pemprov DKI sebagai wakil gubernur. Sedikitnya, 20 staf yang mengurus datangnya surat.
Hal ini yang dikritisi Ahok. Dia yakin, lambannya penanganan juga karena terlalu banyak yang memegang surat. Karena itu, kini dia hanya mempekerjakan 3 staf untuk menerima surat masuk, dan dia ingin membaca semua surat masuk.
"Kalau tidak ada kerjanya kita cabut TKD (Tunjangan Kinerja Daerah) nya. Saya tidak mau habiskan Rp 24 triliun untuk orang yang tidak kerja. Kalau setengah saja kita pecat, kita hemat Rp 10 triliun," pungkas dia.
Maret lalu, Ahok menganggarkan TKD dinamis yang menggiurkan bagi PNS DKI Jakarta. Pejabat tertinggi DKI Jakarta, yakni Sekretaris Daerah bisa mendapatkan gaji dan berbagai tunjangan hingga Rp 96 juta per bulan. Sementara pegawai paling rendah, yang gaji pokoknya sekitar Rp 2 juta, take home pay bisa mencapai Rp 9,592 juta per bulan.
Selain Tjahjo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi juga sudah meminta Gubernur Ahok mengkaji ulang gaji PNS Pemprov DKI yang dinilai fantastis.
Dikhawatirkan, kebijakan itu bisa menimbulkan persepsi ketidakadilan akibat kesenjangan penghasilan dengan PNS di daerah lain dan PNS kementerian atau lembaga di wilayah DKI Jakarta yang potensial menimbulkan dampak sosial. (Rmn/Yus)