Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR dapat menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang saat ini diajukan 26 Anggota Komisi II DPR. Sebab, sampai kini draf usulan revisi itu belum diterima dan masih mengalami perdebatan dari 10 fraksi di DPR.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan, pengajuan revisi UU apapun, baik RUU inisiatif DPR, pemerintah, atau anggota dewan harus sesuai prosedur berlaku. Yakni diajukan minimal satu anggota yang tahapan berikutnya diajukan ke pimpinan DPR lalu diserahkan ke Baleg DPR.
Namun jika Baleg DPR menyetujui revisi, sambung dia, tahapan berikutnya dibawa ke paripurna. Nantinya revisi UU Pilkada itu dilimpahkan ke komisi atau bentuk Panitia Kerja (Panja), Panitia Khusus (Pansus), atau komisi.
"Makanya silakan usulkan tapi masih ada perdebatan. Suatu usulan belum optimal menjadi bahan resmi dari DPR dan pemerintah. Artinya Baleg bisa nolak misalnya lemah usulan, kebutuhan mendesak tidak terpenuhi, bisa ditolak. Kami juga belum terima Naskah Akademik dan drafnya," kata Yandri Susanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/5/2015).
Yandri melanjutkan, faktanya saat ini UU Pilkada ada masalah bahwa bisa saja pembuat UU apabila ada kekurangan untuk menyempurnakan. Namun, revisi tidak boleh kontradiksi misalnya terdapat kekhususan mengatur sengketa parpol yang selama ini tidak diantisipasi dalam UU Pilkada.
"Bisa jadi ini lex spesialis atau tergolong lex spesialis," ujar dia.
Menurut dia, revisi ini agar parpol yang sedang bersengketa dapat tetap mengikuti Pilkada. Sementara dengan cara islah saja berdasarkan PKPU tanpa mengantong SK Menkumham tidak diperkenankan ikut Pilkada.
"Dimasukkan pasal tertentu dari lex spesialis tadi dan tidak ganggu pasal lain. Misalnya Golkar mau islah itu yang tangani KPU. Kalau mau dirujuk SK Menkumham sudah digugat, buat apa kasasi," jelas dia.
Anggota Komisi II DPR ini menegaskan, islah berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol harus permanen, tidak bisa hanya islah sementara. Sehingga, KPU pastinya akan melihat SK Menkumham seperti yang diatur dalam UU Parpol. "Ini akan ramai," imbuh dia.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Nasdem Tengku Taufiqulhadi menguatkan pernyataan Yandri. Taufiq mengatakan, UU Pilkada ini sebenarnya tidak ada masalah lagi dan usulan revisi UU Pilkada ini belum resmi pernyataan sikap bersama antara pemerintah dan DPR.
"Maksudnya pimpinan DPR ini saya kritik mendatangi pemerintah. Harusnya pimpinan DPR bukan dari parpol tertentu. Maka tidak boleh DPR setuju lakukan revisi bahwa tidak ada sikap bersama UU tersebut," kata Taufiqulhadi.
Dibawa ke Paripurna
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan draf revisi UU Pilkada kepada pimpinan DPR yang akan dibawa ke rapat paripurna (Rapur) DPR pada Kamis 28 Mei 2015 mendatang.
"Pimpinan DPR mengatakan akan kita proses Kamis sudah diumumkan di Rapur. Hari Kamis akan kita usulkan ke Baleg apa yang diusulkan itu demi kesuksesan Pilkada," kata Rambe.
Politisi Partai Golkar ini memaparkan, fraksi Gerindra, PPP, PKS, PAN, Demokrat sepakat untuk revisi. Bahkan, nantinya fraksi-fraksi yang lain apabila ada yang menarik maka akan bertambah.
"Ini UU usulan bukan usulan Komisi II, tapi usulan anggota Komisi II. Itu yang perlu ditegaskan," ujar dia.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menambahkan, revisi ini tidak ada maksud memundurkan tahapan Pilkada, melainkan tahapan terus dilaksanakan sesuai PKPU. Dia memaparkan ada 4 pasal yang direvisi tersebut.
Pertama, dalam rangka menyukseskan Pilkada khususnya asas efektif dan efisin. Kedua, pelarangan wakil kepala daerah dua periode yang belum tertuliskan.
Ketiga, standarisasi anggaran perlu payung hukum yang selama ini berbeda-beda. Keempat, partai bersengketa semua bersepakat ikut pilkada.
"Tidak akan mengganggu tahapan, kita mendukung islah," tandas Riza. (Ali)