Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah, agar segera membentuk instrumen hukum untuk memberantas gerakan-gerakan radikalisme. Terutama yang ingin meruntuhkan NKRI dengan mendirikan negara lagi.
Wakil Sekjen PBNU H Adnan Anwar mengatakan, ancaman penyebaran paham radikalisme sekarang ini kian mengkhawatirkan. Tak cuma menjangkit generasi muda, paham itu juga sudah menjalar ke kalangan profesional hingga selebritis.
"Ini membahayakan dan bisa dibilang mengerikan. Dari data-data yang ada, mereka sudah menyasar beberapa pihak yang punya banyak simpatisan atau penggemar seperti artis," ucap Adnan, Jakarta, Kamis 4 Juni 2015.
"Artinya, radikalisme itu mengancam seluruh lapisan masyarakat. Sehingga kita tidak boleh hanya sekadar bertahan, tetapi harus bisa melawan dan memberantasnya," sambung dia.
Masalah ini, menurut Adnan, sangat krusial karena dipicu kondisi bangsa yang belum stabil. Dukungan pemerintah dan berbagai organisasi kemasyarakatan lain untuk membendung dan melawan gerakan radikalisme sangat diperlukan.
Adnan mengatakan, gerakan radikalisme saat ini membidik kalangan menengah seperti pegawai negeri, aparat TNI, Polri, bahkan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Ini fakta yang tidak bisa dibantah, sehingga harus ada gerakan nyata untuk melawan mereka.
"Saya khawatir bila dibiarkan seperti ini, artinya pemerintah tidak menyiapkan instrumen hukum yang pasti, kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia ini bakal terancam," tegas dia.
Adnan menilai, mobilisasi propaganda di kalangan menangah kini sangat kuat. Sehingga belakangan memang agak sulit membendung pergerakan mereka, termasuk melalui media sosial.
"Ada profesor, doktor, insinyur, bahkan jurnalis. Merekalah yang justru paling berbahaya. Kalau martir-martirnya mudah diatasi," pungkas Adnan.
Mantan aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdurrahman Ayub menambahkan, dirinya berharap pemerintah bisa menerapkan cara-cara pemberantasan paham radikalisme dan terorisme, sama dengan cara yang digunakan pemerintah pada era Orde Baru.
"Di zaman Orde Baru, pelaku terorisme, seperti saya waktu itu, tidak bisa hidup dan tidur nyenyak di Indonesia. Alhasil kami harus hijrah ke negara lain, seperti Malaysia, Pakistan, dan Afganistan. Bagaimana kami tidak pergi, saat itu, RT atau RW bisa menjadi intel sehingga tidak ada ruang bagi terorisme untuk menjalankan kegiatannya," imbuh Ayub.
Artinya, lanjut mantan pimpinan JI Australia ini, gerakan radikalisme tidak bisa diberi sedikit pun ruang untuk berkembang. Apalagi teknologi sekarang ini semakin canggih.
"Bayangkan Aman Abdurraham bisa dibaiat oleh pimpinan ISIS, Abubakar Al Baghdadi hanya melalui kecanggihan alat telekomunikasi. Intinya dibandingkan dulu, pemberantasan paham radikalisme harus lebih keras dan signifikan," pungkas Ayub. (Rmn)
PBNU: Radikalisme Sudah Menyebar Kalangan Profesional
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah, agar segera membentuk instrumen hukum untuk memberantas gerakan radikalisme.
Advertisement