Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT PLN Persero Dahlan Iskan akan menjalani pemeriksaan kembali pekan depan. Pertama kalinya pemeriksaan sebagai tersangka.
"Pemeriksaan setelah (Dahlan Iskan) ditetapkan sebagai tersangka minggu depan. Tapi belum tahu hari H-nya kapan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Adi Toegarisman di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).
Dahlan Iskan terancam dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 dengan ancaman hukuman penjaran 20 tahun lebih.
"Pasal yang dikenakan 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor," jelas Adi.
Pasal 2 UU Tipikor berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
Pasal 3 menyatakan, "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
Dahlan Iskan resmi menjadi tersangka usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek Pengadaan dan Pembangunan 21 Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit Jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun APBN dengan total kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.
Waktu pelaksanaan kontrak proyek dilaksanakan pada Desember 2011 hingga Juni 2013 dengan lingkup pekerjaan pengadaan pemasangan dan transfortasi pekerjaan elektromekanikal dan pengadaan pemasangan dan transfortasi pekerjaan sipil.
Pada saat pelaksanaan penandatangan kontrak terhadap kegiatan pembangunan GI tersebut, ternyata banyak hal-hal penyimpang yang ditemukan, seperti laporan hasil pekerjaan yang fiktif, tanah-tanah yang akan digunakan untuk lokasi pembangunan gardu yang belum ada dan sistem pembayaran kepada rekanan yang tidak semestinya. (Bob/Sss)