Sukses

Menggeser Sejarah Bung Karno

Presiden Sukarno dikenang kembali karena hari ini, 6 Juni, merupakan hari kelahiran sang Proklamator.

Liputan6.com, Jakarta - Rumah di Jalan Pandean IV Nomor 40 Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng Kota Surabaya, Jawa Timur, tampak ramai. Sejumlah orang berfoto menggunakan atribut Presiden pertama RI Sukarno.

Bahkan sejumlah gaya Sukarno pun ditiru saat mereka berselfie ria. Rencananya, tiga tempat lainnya yang pernah disinggahi Bung Karno juga akan mereka sambangi.

"Selanjutnya akan dilakukan di tempat kos Bung Karno atau rumah HOS Tjokroaminoto, dan terakhir di sekolahannya di kantor pos Kedung Rojo Surabaya," kata seorang pecinta Sukarno, Ipung kepada Liputan6.com di Surabaya, Sabtu (6/6/2015).

Ipung dan rekan yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Sukarno itu merayakan momen hari kelahiran sang Proklamator RI. Pada momen seperti ini, pihaknya berharap ada semacam peringatan hari lahirnya Bung Karno di tempat tersebut.

"Dan juga ada pelurusan sejarah bahwa Sukarno memang benar lahir di Surabaya," imbuh dia.

Rumah Presiden Pertama RI Sukarno di Surabaya. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Di tempat ini, bayi Sukarno lahir sekitar satu abad silam, 6 Juni 1901. Meski berusia lebih seabad, bangunan tempat kelahiran Sukarno itu masih tetap terjaga. Temboknya bercat putih dengan daun pintu bercat biru muda. Tepat di atas pintu terdapat pelang nama berwarna kuning keemasan bertuliskan 'Rumah Kelahiran Bung Karno'.

Menurut tetangga rumah tersebut, tempat ini dihuni oleh Jamilah. Rumah yang terlihat kusam dan tua itu telah 4 sampai 5 kali pindah tangan kepemilikan.

Namun begitu, Pemerintah Kota Surabaya menyatakan rumah tua itu kini dijadikan cagar budaya pada 2013 lalu. Pemkot membeli rumah tersebut kendati masih dalam proses penjajakan dengan pemilik rumah.

"Waktu itu ada masukan dari lembaga Institut Sukarno dan memprosesnya sebagai bangunan cagar budaya, juga masukan dari anggota masyarakat," jelas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Wiwik Widayati.

Rumah kelahiran Sukarno itu juga dijadikan sebagai museum, yang dapat dikunjungi sebagai tempat wisata.

"Pemerintah Kota telah mencoba ditetapkan jadi cagar budaya, rumah ini terpelihara, sehingga diharapkan tidak terjadi perubahan, kami masih proses (untuk pembelian) sampai hari ini," jelas Wiwik.

Rumah Kelahiran Sukarno (bbc.co.uk)

Minta Maaf

Sukarno lahir di Surabaya, Jawa Timur dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Dia lahir saat menjelang matahari merekah. Karenanya ia disebut pula sebagai Putra Sang Fajar.

Tanah kelahiran Sukarno belakangan ramai diperbincangkan usai pernyataan Presiden Jokowi di Blitar pada 1 Juni 2015. Saat memperingati hari kelahiran Pancasila, sang Kepala Negara menyebut Blitar sebagai tempat kelahiran Bung Karno.

Sontak salah sebut itu membuat Presiden Jokowi sempat menjadi bahan olok-olok oleh netizen. Istana pun merespons. Tim Komunikasi Presiden, Sukardi Rinakit menyatakan permohonan maaf atas kesalahan itu. Dia menyatakan kekeliruannya berada di pihaknya.

"Kesalahan itu sepenuhnya kekeliruan dan menjadi tanggung jawab saya. Karena ketika Presiden sedang menyusun pidato, beliau bertanya pada saya tentang Blitar. Saya menjawab Bung Karno lahir dan disemayamkan di Blitar," kata Sukardi.

Menurut dia, waktu itu, Jokowi memintanya untuk memeriksa kota kelahiran Bung Karno. Sebab, seingat Jokowi, Bung Karno lahir di Surabaya. Tanpa memeriksa lebih mendalam dan seksama, Sukardi menginformasikan kepada Jokowi, Bung Karno lahir di Blitar.

"Untuk itu, dengan tulus saya mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya kepada keluarga Bung Karno, utamanya Ibu Megawati Soekarnoputri dan Ibu Puan Maharani yang hadir pada acara tersebut," tukas Sukardi.

Pemakaman Nuansa Politis

Penulis buku Sukarno yang juga seorang sejarawan, Peter Kasenda mengungkapkan kekeliruan menyebut tempat lahir bapak bangsa itu tidak hanya terjadi saat ini. Tapi jauh sebelumnya, tepatnya setelah 1965, tempat lahir Bung Karno sudah kerap salah sebut.

Hal ini ternyata bukan tanpa sebab. Peter menjelaskan sebelum prahara 1965 terjadi, buku-buku yang beredar di Indonesia menyebutkan Bung Karno lahir di Surabaya, Jawa Timur. Namun setelah 1965, muncul buku-buku yang menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar, Jawa Timur.

"Ada buku-buku yang diproduksi negara setelah tahun 65, menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar. Itu berarti ada yang menggeser seolah-olah sejarah Bung Karno dikaburkan," ujar Peter.

Berbeda dengan pahlawan lainnya Soekarno tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Makam Soekarno ada di pemakaman biasa. (Liputan6.com/wwn)

Tak hanya itu, Peter juga menilai pemakaman Sukarno mengandung alasan politis. Jasad Bapak Bangsa itu dikebumikan di tempat jauh dari Ibukota negara, yakni Blitar, Jawa Timur.   

"Ziarah politik itu bisa 400 sampai 500 ribu orang tiap tahun. Saat berziarah kan ada 2 tujuan, pertama rumah keluarga Bung Karno dan makamnya," ujar Peter.

Hal senada diungkapkan Guru besar Universitas Pertahanan Salim Said. Dia mengatakan Presiden Soeharto yang memerintah setelah Presiden Sukarno, sepertinya tidak ingin diganggu oleh kenangan dan kebesaran masa lalu saat Sukarno memerintah. Karena itu makam Sukarno jauh dari ibukota negara.

"Dimakaminnya di Blitar, bukan lahir di Blitar. Itu secara politis ingin menjauhkan makamnya Sukarno dari dekat pusat pemerintahan," kata Salim di Menteng, Jakarta, Sabtu (6/6/2015).

Selain itu, lanjut Salim, Pemerintah Orde Baru yang dipimpin Soeharto sudah memprediksi nantinya makam Bung Karno akan didatangi banyak orang dan dikhawatirkan dapat mengganggu pemerintahan.

"Sudah diperhitungkan makam Bung Karno akan banyak diziarahi, nanti akan mengganggu pemerintahan. Simpel sekali, Sukarno dimakamkan di Blitar itu keputusan Pak Harto. Itu politik. Ya itu, untuk menghindari ziarah politik atau ziarah beneran," pungkas Salim. (Ali/Rmn)

Video Terkini