Sukses

Ruki cs Didesak Buka Rekaman Dugaan Pelemahan KPK

Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam persidangan di MK pada 25 Mei 2015 bahwa ada rekaman yang menunjukkan upaya kriminalisasi.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok masyarakat antikorupsi yang tergabung dalam Satu Padu Lawan Koruptor (Sapu Koruptor) mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka rekaman yang diduga berisi intimidasi dan upaya pelemahan pemberantasan korupsi dari sejumlah pihak.

Adanya rekaman tersebut terungkap dari kesaksian Novel Baswedan dalam sidang uji materi Pasal 32 ayat 2 UU KPK yang diajukan Bambang Widjojanto (BW) di Mahkamah Konstitusi, 25 Mei 2015 lalu.

"Ada rekaman suara dan video terkait upaya kriminalisasi, intimidasi, dan penghalang-halangan terhadap KPK dalam tugasnya menjalankan pemberantasan korupsi. Dan itu terungkap dalam sidang di MK 25 Mei kemarin dengan pemohon adalah Bambang Widjojanto dan saksinya Novel Baswedan," ujar pengacara publik LBH Jakarta, Alghifari Aqsa, di kantornya, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/6/2015).

Alghifari menambahkan, pihaknya sangat berharap rekaman tersebut bisa diungkapkan oleh Pimpinan KPK yang kini diketuai sementara oleh Taufiqurrahman Ruki itu ke publik, agar permasalahan yang menimpa KPK cepat selesai. Ia juga berharap ini bisa seperti kasus yang dialami pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, 2009 lalu di mana rekaman upaya kriminalisasi terhadap keduanya dibuka di persidangan MK.

"Sepertinya ini bisa jadi hal yang sama bahkan lebih bernilai dari rekaman 2009. Ini akan membuka mata publik bahwa kasus yang melibatkan Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan adalah upaya kriminalisasi," tambah dia.

Hal senada juga disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Ester. Ia mendesak agar rekaman dugaan kriminalisasi terhadap KPK segera dibuka karena publik berhak tahu jika memang benar ada upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini.

"Rekaman harus dibuka, karena publik berhak tahu substansi rekaman tersebut. Kami meminta agar rekaman dibuka di dalam persidangan," tandas Lalola singkat.

Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam persidangan di MK pada 25 Mei 2015 bahwa ada rekaman yang menunjukkan upaya kriminalisasi, intimidasi, dan pelemahan terhadap KPK.

Dalam kesaksiannya tersebut Novel mengungkapkan bahwa isi rekaman menunjukkan adanya rencana mentersangkakan sejumlah komisioner dan penyidik KPK. Selain itu juga ada ancaman dan intimidasi terhadap sejumlah pegawai KPK, seperti yang dialami Plt Struktural Bidang Penindakan.

Kendati, Novel mengaku tidak punya kewenangan membuka rekaman-rekaman dugaan kriminalisasi KPK tersebut. Menurut dia, yang berhak membuka rekaman tersebut adalah pimpinan KPK saat ini.

"Segala hal di KPK harus melalui pimpinan, tidak bisa melalui saya dan tentu harus melalui pimpinan," terang Novel dalam persidangan di MK 25 Mei lalu. (Osc/Yus)