Sukses

India Menanti Belas Kasih Dewa Hujan

Jumlah korban jiwa akibat gelombang panas India ini diperkirakan mencapai 2.330 orang.

Liputan6.com, Jakarta - Cahaya mentari menyusup masuk lewat celah terbuka di gubuk di Parepally, sebuah desa kecil di wilayah Nalgonda, negara bagian Telangana, India.

Di sana Mallayia Baddula duduk sambil bertelanjang dada. Hanya ada sehelai kain putih yang membungkus kaki kurus berkulit gelapnya.

Gubuk Mallayia sederhana, dinaungi atap rumbia dan beralas tanah berpasir. Dari dipan tempatnya duduk, dia menjulurkan kaki ke bawah hingga menjangkau tanah.

Cahaya mentari menyusup masuk lewat celah terbuka di gubuk di Parepally, sebuah desa kecil di wilayah Nalgonda, India.

Mata kakek 76 tahun yang tengah berkabung itu terus menerawang. Meski di sampingnya ada istri dan sepasang cucu yang duduk menemani. Beberapa hari lalu putra Mallayia, Venkatesham yang masih berusia 38 tahun meninggal dunia, setelah gelombang panas menyergap Negeri Hindustan.

“Saat itu dia pergi mencari obat untukku. Aku diberitahu bahwa dia meninggal karena sengatan matahari,” kata Mallayia mengenang kepergian sang putra seperti dikutip dari laman CNN pada 8 Juni 2015.

Semua karena gelombang panas. Suhu maksimum yang terekam di Telangana bahkan sempat mencapai 48 derajat Celsius, seperti diberitakan laman BBC pada 26 Mei 2015 lalu.

Venkatesham, putra Mallayia adalah satu dari 70 korban jiwa yang meninggal karena gelombang panas di wilayah Nalgonda atau satu di antara 585 korban jiwa di negara bagian Telangana yang tercatat pada 1 Juni 2015 lalu.

Kini keluarga si kakek kehilangan pencari nafkah. Mallayia yang sudah senja itu harus memikirkan cara menghidupi dirinya, istri, serta 2 cucunya, si gadis 13 tahun dan bocah lelaki 8 tahun.

“Hanya Tuhan yang tahu bagaimana saya akan melakukannya.”

Selanjutnya: Sembunyi di Balik Bayangan

2 dari 3 halaman

Sembunyi di Balik Bayangan

Sembunyi di Balik Bayangan

Apa yang dialami Mallayia dan keluarganya juga dirasakan warga India lain. Beberapa waktu lalu negeri yang menjadi rumah Taj Mahal itu bak neraka bocor. Semua berteriak kepanasan.

Mei dan Juni ini adalah bulan terpanas di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Hindu itu. Apalagi hujan juga tak kunjung turun. 2 Negara bagian India, yakni Telangana, Andhra Pradesh disebut-sebut mengalami panas terparah.

Suhu di sejumlah tempat tercatat mencapai 47 derajat Celsius, seperti dikutip dari laman The Huffington Post. Namun ada pula yang menyebut panas India tembus hingga 48 derajat Celsius.

Emergency Events Database menyebut, bencana ini merupakan gelombang panas kelima paling mematikan di dunia.

Seorang wanita mengendarai sepeda motor dengan wajah tertutup untuk melindungi diri dari sengatan matahari saat gelombang panas terjadi di India (28/5/2015). Dikabarkan 1.371 orang tewas karena suhu meningkat di atas 47 Celcius. (REUTERS/Ajay Verma)

Di negara bagian Odisha, jalan-jalan sepi. Dan gedung-gedung perkantoran hampir setengahnya kosong saat siang mencapai puncaknya.

"Situasi ini mengerikan. Kita tidak bisa tinggal di rumah dan tak bisa pergi keluar," kata Debaria Bagh (35) sopir becak di kota Titilagarh di Odisha dikutip dari laman Reuters.

Laman CNN mengabarkan, per 1 Juni 2015, jumlah korban jiwa akibat gelombang panas India ini diperkirakan mencapai 2.330. Dari jumlah itu, 1.719 korban jiwa terjadi di Andhra Pradesh dan 26 lainnya di Odisha.

Kebanyakan yang menjadi korban adalah para orangtua, pekerja bangunan, dan tunawisma.

“Angka kematian pasti akan turun dalam beberapa hari terakhir,” kata Kepala Manajemen Bencana Negara India P Tulsi Rani, seperti dikutip dari laman Daily Mail.

Namun panas beberapa waktu kemarin adalah mimpi buruk bagi warga Hindustan. Mereka yang terpaksa ke luar rumah, berlalu-lalang di jalan sambil menutupi hampir seluruh wajah dengan kain. Sementara lainnya bersembunyi di balik bayangan.

Bayangkan, saking menyengatnya matahari, aspal jalan saja dikabarkan meleleh akibat suhu 45 derajat Celsius di Ibukota New Delhi. Seorang warga bahkan bisa memasak telur dadar tanpa api, cuma bermodalkan sinar matahari.

“Kami tak tahan dengan panas ini. Kondisi ini tambah diperparah dengan seringnya listrik mati,” keluh Rekha Tiwari, seorang ibu rumah tanggai di Lucknow, Uttar Pradesh.

India diterjang bencana gelombang suhu panas ekstrim di musim kemarau tahun ini.

Apa yang dirasakan Rekha juga dialami Privthi Raj. Pria 50 tahun itu tak sanggup menahan cuaca panas yang menyergap kota tempatnya tinggal, New Delhi, India.

Siang dan malam, panas mencekam. Saking tak tahannya, buruh harian itu memilih tak bekerja hingga musim hujan datang.

Privthi sama seperti warga kebanyakan, tak punya air cooler atau kipas pendingin yang berisi jerami basah.

Saat siang hari dia bersama rekan-rekannya harus mandi 3 kali sehari dengan pipa bocor yang menyemprotkan air dingin. Dan pada malam hari dia harus tidur di bawah gazebo di taman umum.

“Saya hanya berpikir tidur di samping air cooler. Jika saja saya mendapatkannya, saya akan sedikit terbantu,” kata Privthi, seperti dikutip dari laman The New York Times.

Pekerja tidur disamping karton pendingin udara saat gelombang panas di New Delhi, India, (28/5/2015). Cuaca panas ekstrim telah melanda India selatan dan utara serta menewaskan lebih dari 500 orang. (REUTERS/ Adnan Abidi)

Namun Mohammed Waseem tak seperti Privthi. Dengan bermandi keringat, penarik gerobak di Hyderabad itu harus mengirimkan sejumlah barang ke Ibukota, New Delhi yang temperaturnya mencapai 41 derajat Celsius pada Minggu 31 Mei 2015 lalu.

Mandi singkatnya pagi itu terasa tak berarti setelah tubuhnya basah oleh keringat akibat teriknya mentari. Namun dia tetap bekerja tanpa kenal istirahat.

“Saya harus bekerja untuk menghidupi diri,” kata Waseem seperti dikutip dari laman The Chronicle Herald.

Dan tak cuma manusia. Binatang juga kepanasan. Laman Reuters melaporkan, 17 juta ayam mati pada Mei 2015 karena gelombang panas India ini. Akibat kondisi ini, harga ayam-ayam di India melambung tinggi.

Cahaya mentari menyusup masuk lewat celah terbuka di gubuk di Parepally, sebuah desa kecil di wilayah Nalgonda, India.

Ketua Asosiasi Peternakan Unggas Mahashtra, Vasant Kumar menjelaskan, ayam-ayam broiler tak bisa bertahan hidup bila berada pada suhu di atas 45 derajat Celsius dalam waktu yang lama.

Sementara itu, tingginya suhu India ini dikabarkan merupakan akibat dari bertiupnya angin panas dari barat. Media lokal India menyebutnya sebagai ‘bom panas’ dari Pakistan. Perwakilan Badan Meteorologi India, BP Yadav menjelaskan, angin tersebut membuat segalanya buruk tahun ini serta turut berkontribusi menunda hujan yang sangat dibutuhkan di daerah-daerah selatan India, seperti dikutip dari The New York Times.

Karena kedahsyatan gelombang panas ini, pemerintah Telangana bekerja sama dengan instansi swasta menyediakan buttermilk dan air minum untuk warga. Sementara pemerintah Andhra Pradesh mengingatkan warganya untuk tinggal di dalam rumah, khususnya saat siang hingga pukul 16.00.

Kini hanya hujan yang bisa meredakan penderitaan warga India…

Selanjutnya: Senyum untuk Dewa Hujan

3 dari 3 halaman

Senyum untuk Dewa Hujan

Senyum untuk Dewa Hujan

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, puji-pujian pun dihantarkan kepada Dewa Hujan. Selama 15-20 menit air ‘kiriman langit’ itu membasahi Navi Mumbai, India.

Warga di Kamothe, New Panvel, Kharghar, Belapur, dan Nerul beruntung. Hujan menyejukkan Bumi mereka selama 15-20 menit pada Minggu sore 7 Juni 2015, seperti diberitakan laman The Times of India.

Senyum tersungging pada wajah-wajah yang ditengadahkan ke langit itu.

Dua anak berendam mendinginkan tubuhnya saat gelombang panas menerjang di pinggiran Ahmedabad, India, (28/5/2015). Gelombang panas di India telah menewaskan sedikitnya 1.371 karena suhu meningkat di atas 47 Celcius. (REUTERS/Amit Dave)

Pusat Ramalan Cuaca Nasional Badan Meteorologi India memprediksi, hujan deras di India bakal turun mulai Senin, 8 Juni 2015 di daerah Assam dan Meghalaya.

Sementara 2 negara bagian yang dilanda gelombang panas terparah, yakni Telangana dan Andhra Pradesh disebut bakal mengalami badai. Sejak 8-10 Juni 2015, Telangana akan diguyur hujan yang menyebar di banyak tempat.

Hujan masih akan mengguyur kawasan itu pada 11-12 Juni 2015 namun dengan cakupan yang sedikit.

Berakhirnya Musim Panas

Jika gelombang panas membawa dukacita di India, namun berbeda dengan yang terjadi di Inggris. Hujan sinar matahari dirayakan dengan sukacita oleh warga setempat. Dikutip dari laman Daily Mail, Pakar cuaca Inggris Jim Dale meramalkan, suhu di negeri 4 musim itu bisa mencapai 32 derajat Celsius.

Namun ternyata suhu 28 derajat Celsius sudah cukup membuat warga Inggris di London, Midlands, dan Yorkshire riang. Semua keluar dengan pakaian musim panas dan kacamata hitamnya.

Berbaring di taman dan berjemur di pantai, duduk santai sambil membaca buku, melahap es krim, atau sekadar berbincang dengan sahabat.

Namun itu semua tak berlangsung lama. Hanya dalam 24 jam, suhu Inggris turun drastis hingga minus 1 derajat Celsius. Matahari kembali ‘bersembunyi’.

Malam-malam di sana diprediksi bakal membekukan. Hujan disertai badai petir diramalkan akan menggerayangi kawasan tersebut. Namun setidaknya Inggris telah terbiasa. (Ndy/Ein)

 
Video Terkini