Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengajukan Ketua Umum Partai Persatuan Keadilan dan Pembangunan Indonesia (PKPI) Sutiyoso sebagai calon Kepala Badan Intelejen Negara (BIN). Namun, Sutiyoso dinilai memiliki rekam jejak buruk.
Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan penujukan terhadap pria yang disapa Bang Yos itu tidak tepat. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mempunyai catatan hitam tentang dugaan pelanggaran HAM.
Menurut dia, calon Kepala BIN seharusnya bebas dari pelanggaran HAM. Ini untuk memastikan BIN ke depan menghormati hak asasi manusia.
"Dalam konteks ini, keterlibatan Sutiyoso dalam kasus pelanggaran HAM semestinya digunakan sebagai dasar. Pada saat menjabat Pandam Jaya, dia diduga terlibat kasus kudatuli (penyerangan kantor PDIP 27 Juli), di mana memang ada dugaan pelanggaran HAM di sana," ujar Poengky di kantornya, Tebet, Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Oleh karena itu, lanjut dia, Sutiyoso jelas tidak layak untuk dicalonkan oleh presiden sebagai Kepala BIN.
"Seharusnya Presiden harus bisa menilai calon BIN dengan didasari atas ukuran-ukuran yang objektif serta mengabaikan pandangan dan penilaian publik," tutur dia.
Imparsial akan mendesak DPR untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada presiden tentang hal ini. Dia ingin presiden mengajukan nama baru calon Kepala BIN.
"Menurut Pasal 36 UU Intelijen Nomor 17 Tahun 2011 disebutkan Kepala BIN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan pertimbangan DPR," ungkap Poengky.
Namun pada kesempatan yang berbeda, mantan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan dewan tidak punya pilihan lain, kecuali akan meloloskan Sutiyoso.
"Saya mendukung (Sutiyoso menjadi Kepala BIN). Terhadap beberapa tudingan masalah HAM, kasus 27 Juli atau posisinya sebagai Ketua Umum Parpol, saya yakin mudah bagi Pak Sutiyoso untuk menjelaskannya," tutur Priyo. (Bob/Mjut)
Kasus Kudatuli Penghalang Sutiyoso Jadi Kepala BIN?
Imparsial akan mendesak DPR untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada presiden untuk mengajukan nama lain.
Advertisement