Liputan6.com, Jakarta - Kematian Angeline yang tewas di rumahnya menimbulkan kisah pahit dan rasa haru bagi dunia anak Indonesia. Bocah 8 tahun itu sempat dikabarkan hilang sebelum akhirnya ditemukan terkubur di halaman rumahnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ledia Hanifa meminta agar kematian Angeline dijadikan sinyal bagi masyarakat agar proaktif membaca situasi khususnya tindak kekerasan pada anak. Sebab, banyak peristiwa kekerasan pada anak yang sebenarnya sudah memiliki kejanggalan awal, namun kerap terabaikan. Sehingga seringkali berujung pada keterlambatan dan berakibat fatal.
"Karena itu saya meminta agar masyarakat bisa melihat anak yang berperilaku janggal, dapat melakukan berbagai cara untuk secara proaktif melindungi anak," ujar Ledia melalui pesan tertulis yang diterima pada Senin (15/6/2015).
Politikus PKS itu mencermati, kematian Angeline tidak hanya memaparkan tindak kejahatan sadis, namun juga mengungkap adanya satu titik lemah dalam kehidupan bersosial saat ini.
Selain orangtua, sebenarnya pihak sekolah, tetangga, orangtua teman, dan kadang kerabat seringkali telah melihat tanda-tanda janggal pada anak yang mengalami kekerasan, baik secara fisik, mental, emosional, perilaku hingga perubahan prestasi akademis.
Namun, masyarakat termasuk pihak sekolah masih banyak yang enggan untuk terlibat karena khawatir melanggar ranah privasi keluarga.
"Padahal menjalin komunikasi dengan orangtua atau wali anak, termasuk dengan mempertanyakan hal-hal janggal yang di luar kebiasaan seorang anak itu," tutur Ledia.
Karena itu, menurut dia, langkah-langkah proaktif yang bisa ditempuh adalah bisa dengan bertamu, bertanya baik-baik, atau bila kondisi tidak memungkinkan meminta bantuan pihak-pihak lain, seperti sekolah, RT, pemuka agama atau tokoh yang dihormati. Begitu pula pengurus RT, RW perlu sigap bila di wilayahnya ada kejanggalan terjadi pada anak.
"Semua ini dimaksudkan agar kita semakin terbiasa peduli dalam melindungi anak, bukan hanya anak kita tetapi juga anak-anak di sekitar kita. Dan ini adalah amanah Undang-Undang No 35 tahun 2014 pada kita semua, untuk siap proaktif melindungi anak. Jangan tunggu sampai terlambat," jelas dia.
Peran Pemerintah
Ledia juga meminta peran pemerintah dalam memperkuat sistem perlindungan anak Indonesia ditingkatkan.
"Saya juga meminta pemerintah memperbanyak unit PPA, perempuan dan anak, di jajaran kepolisian untuk memperkuat sistem perlindungan anak Indonesia," pungkas Ledia.
Angeline dinyatakan hilang sejak 16 Mei 2015 dan ditemukan terkubur pada 10 Juni 2015 lalu di halaman belakang rumahnya, Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Bali.
Hasil autopsi ditemukan, jenazah bocah berumur 8 tahun itu dipenuhi luka lebam, sundutan rokok, hingga jeratan di leher.
Pada tubuh bocah kelas 2 SD itu ditemukan banyak luka lebam di daerah pinggang ke bawah. Ada juga luka lebam di dada samping kanan Angeline, leher samping kanan, dahi samping kanan, pelipis kanan, dahi samping kiri, batang hidung, pipi kiri atas. Lalu pipi kiri bawah telinga, leher samping kanan dan leher kanan atas bahu.
Ibu angkat bocah Angeline, Margriet Christina Megawe ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penelantaran anak. Sedangkan dalam kasus kematian Angeline, polisi menetapkan Agustinus Tae, mantan pembantu Margriet sebagai tersangka. (Mvi/Ali)
Advertisement