Sukses

Fraksi Nasdem di DPR Bulat Tolak Dana Aspirasi

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Kawal Anggaran juga menolak usulan dana aspirasi anggota DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Nasdem di DPR menolak program dana aspirasi pembangunan daerah pemilihan atau dapil. Wakil Sekretaris Fraksi Nasdem Supiadin Aries Saputra mengatakan, pihaknya telah menganalisa dan mengkaji program dana aspirasi tersebut.

Menurut partai besutan Surya Paloh ini, ada salah tafsir Pasal 78 UU Nomor 17 Tahun 2014, tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) terkait sumpah jabatan anggota dewan. Salah satunya penekanan aspirasi daerah dari tempat perwakilan masing-masing anggota.

"Adanya penafsiran yang salah terhadap Pasal 80 huruf J UU 17 Tahun 2014 tentang MD3. Dalam hal melaksanakan fungsi anggaran, menurut Fraksi Nasdem, tidak perlu orang-perorangan mengusulkan dan memiliki budget tersendiri yang menimbulkan kerancuan anggaran," kata Supiadin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/6/2015).

Supiadin mengatakan, program aspirasi dapil tidak memberikan aspek keadilan dan pemerataan. Karena tidak seimbangnya jumlah perolehan dana, dengan jumlah anggota dewan di setiap daerah.

Selain itu, lanjut Supiadin, dana aspirasi tersebut akan menimbulkan kesenjangan bagi daerah-daerah yang jumlah anggotanya banyak, dengan jumlah anggota yang sedikit. Seperti pulau Jawa dan luarnya.

"Penerapan program aspirasi pembangunan daerah pemilihan ini, sangat berpotensi menimbulkan peluang untuk terjadinya penyelewengan penggunaan anggaran," ujar dia.

Untuk itu, menurut Supiadin, pihaknya meminta agar UU MD3, dan peraturan DPR tentang tata tertib DPR yang tidak sesuai tugas pokok anggota dewan, yang mengatur tentang program aspirasi pembangunan daerah pemilihan segera direvisi.

"Dengan demikian Fraksi Partai Nasdem menyatakan menolak untuk dilanjutkan program aspirasi pembangunan daerah pemilihan, yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam menjalankan program tersebut," tegas dia.

Partai Nasdem, kata Supiadin, juga meminta revisi pasal tentang waktu reses yang lama setiap masa sidang. "Ini juga reses yang terlalu banyak menjadi masalah. Kita total bekerja di DPR seringnya reses," tandas Supiadin.

Suburkan Korupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Kawal Anggaran menolak usulan dana aspirasi anggota DPR, yang diwacanakan masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Koalisi menilai, dana aspirasi berpotensi menimbulkan 12 masalah.

"Dana aspirasi dikhawatirkan akan menjadi masalah baru yang justru menyuburkan korupsi," kata peneliti ICW Donal Fariz dalam diskusi 'Penolakan Pengusulan Dana Aspirasi' di Kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan siang ini.

Tak cuma itu, menurut Donal, dana aspirasi juga dikhawatirkan dapat memperluas gap atau jarak pemisah ketimpangan pembangunan antardaerah dan mengacaukan‎ anggaran itu sendiri. Belum lagi dana aspirasi juga hanya akan merosotkan kinerja DPR sebagai wakil rakyat.

Karena itu, ICW me‎rekomendasikan agar DPR membatalkan usulan dana aspirasi kepada 560 anggota DPR periode 2014-2019. Pihaknya juga meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menolak usulan dana aspirasi DPR.

‎"Akan lebih baik jika DPR mendorong k‎onstituen di dapil nya masing-masing, untuk optimalkan alokasi dana desa dengan berpartisipasi aktif. Juga akan lebih baik DPR memaksimalkan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk menjawab aspirasi masyarakat," tegas Donal.

2 dari 2 halaman

‎12 Potensi Masalah

12 Potensi Masalah

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahniel Anzar‎ Simanjutak mengatakan, dana aspirasi yang diwacanakan DPR berpotensi menimbulkan masalah. Sebab, anggaran untuk dana aspirasi yang dikucurkan kepada setiap anggota DPR tidaklah sedikit, dan tidak akan menjawab persoalan penyerapan aspirasi masyarakat oleh wakilnya di DPR.

"Berpotensi bermasalah, ada 12 alasan kenapa dana DPR harus ditolak," ujar Dahniel.

Dahniel memaparkan, 12 alasan itu yakni potensial memperluas ketimpangan pembangunan, potensi menimbulkan calo anggaran, fungsi baru DPR dalam penyaluran dana aspirasi akan mengganggu fungsi lainnya, mengacaukan sistem anggaran berjalan dan tumpang tindih dengan anggaran lain, potensi penyalahgunaan, bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

"Kemudian DPR tidak mempunyai hak mengalokasikan anggaran, bias fungsi pengawasan, pemborosan anggaran, tidak jelasnya mekanisme DPR dalam menghimpun aspirasi, semakin membebani APBN, dan potensial digunakan sebagai mesin politik patronase anggota DPR," lanjut Dahniel.

Adapun koalisi Kawal Anggaran ini terdiri dari sejumlah LSM. Di antaranya, ICW, PP Pemuda Muhammadiyah, Indonesia Parliamentery Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC), Indonesia Legal Roundtable (ILR) dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI).‎

DPR kembali mewacanakan dana pembangunan dapil atau dana aspirasi. Usulan yang sempat menjadi polemik pada 2010 lalu itu, kembali digulirkan agar masuk RAPBN 2016. Usulan itu bahkan disertai peningkatan angka, dari Rp 15 miliar per anggota DPR setiap tahun menjadi Rp 20 miliar.

DPR berdalih, dana aspirasi dengan total Rp 11,2 triliun itu merupakan bentuk pertanggungjawaban anggota DPR kepada dapil masing-masing. Selama ini, anggota DPR mengklaim kesulitan merespon atau menindaklanjuti keluhan dan aspirasi masyarakat di dapilnya.‎ (Rmn/Mut)