Liputan6.com, Jakarta - Hakim Mahkamah Agung atau Hakim MA Haswandi mengusulkan perlunya police justice dan eksekusi hubungan lembaga penegak hukum serta peradilan.
Sebab menurut dua, permasalahan relevan dalam sistem peradilan di Indonesia di antaranya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum itu seringkali mengalami kendala saat pelaksanaannya.
Baca Juga
"Bahkan, pemerintah mengakui kelemahan dalam pelaksanaan eksekusi sebagai salah satu kelemahan dalam sistem penegakan hukum perdata di Indonesia," ujar Haswandi saat pengukuhan sebagai Guru Besar atau Profesor Universitas Islam Sultan Agung yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Minggu (26/11/2023).
Advertisement
Ia lalu mencontohkan, pada 2020, di mana dari 2.896 permohonan eksekusi yang diajukan di Peradilan Umum itu, hanya 923 yang berhasil dieksekusi. Pada 2021, lanjut Haswandi, dari 3.372 permohonan itu hanya 1.376 yang berhasil dieksekusi. Kemudian di 2022, dari 3.926 permohonan, hanya 2109 yang berhasil dieksekusi.
"Data ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan eksekusi masih belum mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, terutama dalam perkara perdata masih kurang," kata Haswandi.
Terkait masalah eksekusi tersebut, lanjut dia, Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Peradilan yang berada dibawahnya sampai saat ini tidak memiliki petugas keamanan yang khusus.
Selama ini, Haswandi menyebut, praktik kebutuhan lembaga peradilan terhadap pengamanan eksekusi, pengamanan persidangan dan sebagainya sangat tergantung kepada budi baiknya institusi kepolisian.
"Oleh karena itu, diperlukan suatu unit kepolisan yang bertugas khusus untuk kepentingan lembaga peradilan yang disebut dengan police justice," ungkap dia.
Â
Ada Banyak Kendala yang Dihadapi
Haswandi mengungkapkan, kendala dalam pelaksanaan putusan pengadilan bisa berasal dari berbagai faktor, baik yang bersifat teknis yuridis maupun non-teknis. Menurutnya, proses eksekusi dilakukan secara paksa dan pihak yang kalah diwajibkan mematuhi putusan pengadilan.
"Jika pihak tersebut menolak melaksanakan putusan, pengadilan dapat meminta bantuan kepada pihak berwenang. Eksekusi pada umumnya terkait dengan putusan pengadilan yang bersifat penghukuman atau Condemnatoir, dimana putusan tersebut memuat sanksi atau penghukuman kepada pihak yang kalah di persidangan," ucap dia.
Menurut Haswandi, lambatnya pelaksanaan eksekusi juga menjadi perhatian Mahkamah Agung, yang berusaha melakukan perbaikan melalui regulasi internal terkait prosedur eksekusi sebagai solusi jangka pendek.
Namun, kata dia, perbaikan yang lebih holistik dan komprehensif yang melibatkan Pemerintah, DPR, dan Lembaga Yudikatif juga diperlukan.
"Antara lain pembuatan peraturan perundang-undangan yang khusus tentang eksekusi, serta pembentukan unit khusus eksekusi di Mahkamah Agung yang berfungsi sebagai Central Autority pelaksanaan eksekusi," jelas Haswandi.
Â
Advertisement
Saran Terhadap Gagasan
Terhadap hal tersebut, Praktisi Hukum Juniver Girsang menilai gagasan Haswandi sangat tepat keberadaan Police Justice dalam pelaksanaan eksekusi dan lainnya.
"Sebab, pelaksanaan putusan itu merupakan ending bagi masyarakat yang mencari keadilan hukum. Karena permasalahan di dalam pelaksanaan putusan sebagai wujud akhir masyarakat mencari keadilan, selalu menjadi hambatan dalam pelandaan eksekusi, yang membuat masyarakat pencari keadialan merasakan tidak ada kepastian hukum," kata Juniver yang juga merupakan Ketua Umum Peradi SAI.
Sementara Sementara Guru Besar Hukum Universitas Tarumanagara Gunawan Widjaja mengatakan, memang masalah eksekusi ini selalu menjadi kendala.
Menurut dia, kendala eksekusi tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, tapi juga meliputi eksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN).
"Masalah eksekusi memang selalu jadi kendala. Tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, masalah sama juga meliputi hal eksekusi putusan TUN. Kalau eksekusi putusan pidana memang sudah ada kejaksaan yang bertindak," kata Gunawan.
Â
Dinilai Harus Kolaborasi dengan Pemerintah
Hanya saja, Gunawan menyarankan untuk pelaksanaan eksekusi soal keperdataan sebaiknya kolaborasi dengan instansi pemerintah terkait.
"Misal, kalau tanah dengan BPN, penggusuran dengan Polisi, untuk masalah keuangan dengan BI atau OJK. Demikian juga untuk TUN misalnya dengan BAKN, atau kepegawaian," jelas Gunawan.
Hal senada juga disampaikan Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir. Ia menilai adanya kendala-kendala eksekusi putusan pengadilan. Dia mengapresiasi gagasan untuk pembentukan police justice atau polisi peradilan seperti yang disampaikan Hakim Mahkamah Agung Haswandi.
"Kendala eksekusi memang nyata adanya," kata Mudzakir.
Dirinya mewanti-wanti soal kemungkinan ketidakoptimalan eksekusi putusan itu harus juga diperhitungkan. Jangan sampai, kata dia, pembentukan police justice seperti pembentukan polisi wisata, yang menurutnya tak sebegitu optimal.
"Ide untuk membentuk polisi justice, ya boleh saja. Tapi juga harus dilihat efektifitasnya, mengingat kasus pembentukan polisi wisata itu juga sampai sekarang kerjanya atau fungsinya kurang maksimum," tandas Mudzakir.
Advertisement