Sukses

Kicauan SBY Jadi Dasar Sikap Demokrat tentang Dana Aspirasi

Sejak SBY masih menjabat sebagai Presiden ke-6 RI, partai berlambang mercy tersebut telah menolak usulan dana aspirasi.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik Usulan Program Pengembangan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi terus berlanjut. Sejumlah fraksi sudah menentukan sikapnya, seperti Fraksi Partai Nasdem yang secara bulat menolak dana aspirasi. Lainnya, belum gamblang menolak atau menerima, misalnya Partai Demokrat.

Namun pada Senin 15 Juni 2015, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berkicau lewat akun Twitter-nya tentang dana aspirasi. Pada akun @SBYudhoyono itu, dia menyebut tidak menyetujui penggunaan dana aspirasi.

"Di era pemerintahan yg saya pimpin, saya tidak setuju penggunaan dana aspirasi tsb karena ke 5 hal itu belum jelas & belum klop. *SBY*," tulis SBY.

Dia meminta pemerintah dan DPR fokus dalam mengatasi perlambatan ekonomi yang jelas memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat.

Politisi Partai Demokrat Agus Hermanto, mengatakan kicauan SBY tersebut merupakan acuan bagi fraksi dalam menentukan sikapnya tentang dana aspirasi.

"Apa yang disampaikan Pak SBY adalah pegangan Fraksi Partai Demokrat. Jadi yang (nanti) disampaikan (oleh) suara fraksi, yang di Twitter adalah menjadi dasar yang disampaikan ke DPR," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/6/2015).

Wakil Ketua DPR ini mengatakan, sejak SBY masih menjabat sebagai Presiden ke-6 RI pada 2010, partai berlambang mercy tersebut telah menolak usulan dana aspirasi yang nilainya mencapai Rp 15-20 miliar per tahun bagi setiap anggota legislatif.

"Ini kalau kita baca secara runut, tahun 2010 Pak SBY belum setuju dengan dana aspirasi tersebut, karena ada beberapa faktor. Tapi APBN itu domainnya usulan dari pemerintah, bukan dari DPR. DPR hanya mengusulkan. Harus sesuai dengan peraturan yang ada, apakah sekarang aturannya sudah runut?" papar Agus.

Sebelumnya, Partai Demokrat belum menentukan sikap soal dana aspirasi untuk pembangunan daerah pemilihan. Mereka justru meminta pemerintah agar lebih transparan dan memegang kendali soal dana aspirasi tersebut. Padahal, dana aspirasi tersebut murni usulan DPR yang tertuang dalam Pasal 80 huruf J Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3).

"Sikap Partai Demokrat saat ini adalah meminta pemerintah memberikan penjelasan posisinya dalam masalah ini. Dihadapkan fakta objektif kelesuan ekonomi dan menurunnya daya beli rakyat yang membutuhkan prioritas kebijakan pemerintah," kata Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, Senin 15 Mei 2015.

Kultwit SBY

SBY, dalam cuitan, mengingatkan adanya potensi kerusakan sistem dengan alokasi dana aspirasi. Harusnya, kata SBY, pemerintah dan DPR fokus dalam mengatasi pertumbuhan ekonomi yang melambat.

"Saya menyarankan, agar DPR & Pemerintah cermat & tidak gegabah ambil keputusan. Jangan salah & jangan merusak sistem. *SBY*," kicau SBY.

Dia juga menyoroti bagaimana pola pengawasan atas dana aspirasi tersebut. Sejumlah persoalan itulah yang membuatnya, selama 10 tahun mengelola APBN, tak pernah menerima usulan dana aspirasi tersebut.

Ada 5 persoalan yang menjadi pertimbangan SBY kala itu. Pertama, bagaimana meletakkan 'titipan' dana Rp 20 miliar dalam sistem APBN dan APBD, agar klop serta tak bertentangan dengan rencana eksekutif? Kedua, bagaimana menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah serta yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabupaten, kota?

Ketiga, "Kalau anggota DPR RI punya dana aspirasi, bagaimana dg anggota DPRD Prov, Kab & Kota yg dinilai lebih tahu & lebih dekat ke dapil? *SBY*," tulis SBY.

Keempat, lanjut SBY, kalau anggota DPR punya jatah/kewenangan untuk menentukan sendiri proyek serta anggarannya, lantas, apa bedanya dengan eksekutif dan legislatif?

"(5) Bagaimana akuntabilitas & pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak "dipegang" sendiri oleh anggota DPR? *SBY*," demikian tweet SBY. (Bob/Sss)

Video Terkini