Sukses

Koalisi 18 Kecewa MK Tolak Naikkan Batas Usia Perempuan Menikah

Pernikahan anak usia 16 -18 tahun dinilai rentan menimbulkan masalah.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi 18 mengaku kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap permohonan uji materi UU ‎Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 (ayat 1 dan 2) yang mereka ajukan.

Mereka prihatin karena MK menolak permohonan mereka untuk menaikkan batas minimal usia pernikahan bagi perempuan dari 16 menjadi 18 tahun. Hal itu disampaikan salah satu anggota Koalisi 18, Dian Kartikasari

"Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah masih membiarkan ‎anak-anak usia 16-18 tahun menikah. Itu artinya membiarkan segala risiko dari anak perempuan akibat pernikahan dini," ujar Dian usai menerima putusan MK, Jakarta, Kamis 18 Juni 2015.

Dian mengatakan, ‎upaya judicial review batas minimal pernikahan bagi perempuan ini berdasarkan realitas di lapangan, bahwa proses pernikahan anak usia 16-18 tahun rentan sekali menimbulkan masalah.

"‎Banyak anak perempuan yang putus sekolah, kesehatan reproduksi mereka memburuk, angka kematian anak sangat tinggi, dan pembedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan bisa menimbulkan diskriminasi," tambah dia.

‎Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah perempuan yang menikah pada usia 17 tahun ke bawah mencapai 50%. Tidak jarang dalam usia tersebut, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan angka perceraian sangat tinggi.

"Data BPS 2013 memperlihatkan anak usia 13-15 tahun, jumlah yang menikah 20%. Untuk usia 15-17 tahun ada13%. Ini menunjukkan hampir setengah perkawinan terjadi pada usia di bawah umur. Tak heran angka perceraian dan KDRT tinggi karena tidak matang," tutur Dian.

Akan Bawa ke DPR

Kendati permohonan uji materi dimentahkan MK,‎ Koalisi 18 tidak berhenti untuk memperjuangkan hak-hak anak. Pihaknya akan membawa persoalan tersebut ke DPR agar dibahas dalam revisi Undang-undang Perkawinan.

"Kami akan melakukan upaya hukum lainnya, proses legislasi juga ditempuh, dan kami tidak akan berhenti sepanjang ini demi pemenuhan hak-hak anak dan kesejahteraan mereka di masa depan," tandas dia.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia ini juga ‎menyatakan tetap akan mengintervensi aturan batas usia perkawinan. Terlebih, perubahan UU Perkawinan masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

‎"Terus terang kami akan intervensi, karena di dalam daftar Prolegnas sudah ada ‎perubahan UU Perkawinan, maka kami akan memasukkan usulan usia perkawinan untuk diubah," sambung Dian.

‎Koalisi 18 ini merupakan perkumpulan sejumlah elemen masyarakat dari berbagai latar belakang. Meliputi, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Women Research Institute (WRI), Aliansi Remaja Indonesia (ARI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Yayasan Kalyanamitra, dan Rahima. (Mvi/Ali)