Sukses

Cara BNPT Sadarkan Napi Teroris

Umar Patek menjadi pengibar bendera merah putih di lapangan Lapas Kelas 1 Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah narapidana kasus terorisme yang menjalani masa hukumannya di Indonesia mulai 'sadar' dan menjauhi paham radikalisme. Salah satunya terpidana teroris bom Bali I Umar Patek alias Hisyam bin Zen. Ia yang sebelumnya disebut-sebut disebut sebagai gembong teroris internasional jaringan Al Qaeda, perlahan-lahan mulai menghilangkan paham radikalisme.

Pada perayaan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei 2015, Umar Patek dibaiat untuk cinta kepada NKRI dan taat Pancasila. Bahkan menjadi pengibar bendera merah putih di lapangan Lapas Kelas 1 Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Tetapi, tidak mudah menyadarkan sejumlah terpidana terorisme untuk menanggalkan paham radikalisme. Hal itu diungkapkan, Ketua Bidang Resosialisasi dan Rehabilitasi (Resoshab) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Werijon.

Werijon mengatakan, perlu adanya suatu pendekatan dan pembinaan persuasif kepada para terpidana terorisme. Belum lagi, sosok napi teroris kerap disegani di lingkungan lapas.

"Umar Patek misalnya, susah mendekati dia, karena dia tokoh hebat di lingkungannya. Tapi kita yakin dia seorang muslim yang taat, punya hati dan pikiran dan pasti bisa diajak kerja sama," kata Werijon dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (19/6/2015).

Ia menambahkan, pendekatan terhadap narapidana tindak pidana terorisme, memang memerlukan kesabaran dan trik khusus.

"Dia (Umar Patek) cukup lama mempelajari apakah kami benar-benar datang untuk membina atau hanya sekadar pura-pura. Akhirnya mau bercerita tentang bagaimana kehidupan dia," ucap Werijon.

"Saya panggil dia, brother Umar. Saya sampaikan bahwa brother Umar seharusnya bisa memberikan contoh atau pesan kepada kawan-kawan atau calon orang-orang yang akan berjihad, bahwa jihad yang dijalankan itu tidak tepat," sambung dia.

Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menuturkan, perlu ada stimulus dari pemerintah untuk terus menyembuhkan para terpidana terorisme ini dari paham radikalisme. Salah satunya dengan deradikalisasi. Hal itu guna mengidentifikasi dan mengungkap motif mereka masuk kelompok radikalisme,

"Karena itu yang biasanya mendorong mereka untuk melakukan jihad. Kita ukur bagaimana pemahaman tentang jihad. Apakah jihadnya sepotong-sepotong, bagaimana konsepsi dia tentang hubungan Islam dengan negara, keharusan mendirikan negara Islam, dan tingkat dia melakukan tindakan kekerasan violence extrimisme," tutur Hamdi. (Mev/Ali)