Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan Taksi Uber telah membuat perusahaan taksi resmi khawatir. Mereka mengeluh sejak Uber beroperasi, pendapatan mereka turun, bahkan sampai 30 persen. Tak hanya itu, keberadaan Taksi Uber telah menimbulkan kecemburuan dari perusahaan angkutan darat resmi, sebab perusahaan taksi ini tidak membayar pajak atau retribusi angkutan umum.
Namun kekhawatiran ini ditepis pengusaha rental mobil yang menjadi anggota Taksi Uber, Aryudhi (39). Dia mengatakan, seharusnya perusahaan taksi umum atau taksi reguler tidak perlu khawatir dengan keberadaan Uber. Sebab, Uber dan taksi umum memiliki pangsa pasar yang berbeda. Sehingga tidak akan mengancam pendapatan perusahaan taksi resmi.
"Berbicara pasar, baik Uber ataupun taksi ada masing-masing penjelasan. Uber untuk orang yang fasih dengan gadget, punya credit card. Kan tidak semua masyarakat punya credit card dan mengerti cara download aplikasi Uber, sehingga merasa praktis memakai taksi yang seliweran," kata Aryudhi saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (21/6/2015).
Dua bulan terakhir setelah bergabung dengan Taksi Uber, 5 unit mobil Yudhi yang terdiri dari 3 Xenia, 1 Avanza dan 1 Nissan Livina melayani pelanggan Taksi Uber di Jakarta.
Dari 5 mobil ini, pemilik rental mobil di Klender, Jakarta Timur, tersebut mengaku mengantongi omzet paling sedikit Rp 750 ribu per hari dari layanan jasa Ubernya. "Sehari pemasukan Rp 150 ribu untuk per armada," jelas Yudhi.
Sebelumnya Sekretaris Organda DPD DKI Jakarta JH Sitorus mengatakan, sejak Taksi Uber beroperasi, perusahaan-perusahaan taksi resmi mengeluhkan pendapatan mereka turun sebanyak 30 persen.
Sitorus juga mengungkapkan adanya kecemburuan dari perusahaan angkutan darat resmi terhadap Uber. "Tentunya pasti ada kecemburuan dari kami. Kami mengurus izin dengan membayar retribusi," pungkas Sitorus. (Sun/Yus)