Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan Taksi Uber di Jakarta masih menuai kontroversi. Sebab, taksi ini tidak dilengkapi dengan surat izin dan berpelat hitam. Padahal, di Indonesia, kendaraan umum harus menggunakan pelat kuning.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Taksi Uber. Antara lain tidak adanya badan hukum yang membawahi usaha Taksi Uber.
"Sebagaimana diatur oleh UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan PP Nomor 74 tahun 2014 tentang Penyelenggara Angkutan Umum dengan tegas sudah mengatur bahwa operator angkutan umum baik barang maupun orang harus berbadan hukum baik PT maupun koperasi," kata Shafruhan dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu (21/6/2015).
Dia menduga ada tindakan pidana penipuan yang dilakukan oleh Taksi Uber. Sebab, setiap taksi yang disediakan untuk para pelanggan bukanlah taksi sebenarnya. Mereka menggunakan jenis kendaraan pribadi alias berpelat hitam.
"Yang ditawarkan kepada pengguna jasa adalah taksi. Namun yang datang bukan taksi karena mobil-mobil pribadi tersebut tidak masuk dalam spesifikasi taksi sebagaimana peraturan pemerintah," ucap Shafruhan.
Organda DKI menduga adanya indikasi transaksi pencucian uang. Hal ini dilihat dari induk dari Taksi Uber yang berada di Amerika Serikat, tepatnya di San Fransisco.
"Sedangkan transaksinya dilakukan di Indonesia tanpa badan hukum atau partner lokal yang berbadan hukum, sehingga uang yang ditarik dari masyarakat berpindah ke negara lain tanpa melalui mekanisme lalu lintas keuangan antarnegara sebagaimana diatur dalam undang-undang," jelas Shafruhan.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama, Hariyanto, selaku mitra kerja Official Uber Technologies Indonesia ini menjelaskan Taksi Uber merupakan angkutan privat yang hanya menerima orderan dari penumpang yang sudah melakukan registrasi di aplikasi keluaran Amerika Serikat tersebut, serta memiliki kartu kredit.
"Layanan transportasi Uber ini tidak bersifat umum seperti angkutan lain yang bisa disetop di jalanan. Cocoknya (Taksi Uber) disebut angkutan privat karena penumpangnya tidak sembarangan," ujar Hariyanto di Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu 20 Juni 2015.
Berdasarkan pemahaman tersebut, kata Hariyanto, pihaknya dan Official Uber Technologies Indonesia tidak bisa dijerat pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan seperti yang selama ini diributkan pihak Organisasi Angkutan Darat (Organda) dan Dinas Perhubungan.
"Itu (Taksi Uber) tidak bisa dikategorikan sebagai angkutan umum, melainkan angkutan pribadi. Tidak bisa dikenakan Undang-undang Lalu Lintas," tandas dia. (Bob/Yus)