Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi meminta laporan kinerja para menteri sebagai bahan evaluasi. Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK tak mau memastikan hal tersebut sebagai tanda dilakukan reshuffle kabinet.
JK juga memastikan hanya Presiden Jokowi yang mampu mengganti menteri dengan rapor merah.
"Belum ada, sabar-sabar. (Soal rapor) Ya gimana, yang memutuskan kan Presiden, bukan saya," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Senin (22/6/2015).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga enggan memberi pernyataan lebih terkait reshuffle atau perombakan kabinet. Ia hanya menjawab dengan kalimat candaan ketika disinggung suasana politik memanas akibat isu reshuffle ini.
"Ah enggak. AC di Istana bagus kok," canda JK.
Baca Juga
JK sebelumnya telah menyampaikan ada menteri yang kinerjanya kurang memuaskan. "Ada yang positif, ada yang kurang sedikit. Banyak sekali (hasil penilaiannya)" ucap JK, Jumat 19 Juni lalu.
Peduli Pemberantasan Korupsi
Sementara itu, Juru Bicara Wapres, Husain Abdullah menegaskan, JK orang yang menaruh perhatian besar pada pemberantasan korupsi.
Advertisement
Ia menuturkan di zaman JK memimpin di pemerintahan maupun di partai, tidak ada bawahannya yang korupsi maupun ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Ada 4 menteri ditangkap di era Bu Mega (Megawati Soekarnoputri), 4 Menteri lagi di era SBY-Boediono. Nah, di era SBY-JK tidak ada. Kemudian saat Pak JK jadi Ketua Umum Golkar 2004-2009 tidak ada anggota DPR dari Golkar yang kena korupsi," ucap Husain di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 22 Juni 2015.
Husain menjelaskan, JK kerap kali mengedepankan aspek preventif dan memperingatkan bawahannya agar tidak melakukan korupsi.
"Pak JK concern (peduli) pemberantasan korupsi. Itu tak masuk akal kalau dibilang tidak pro-pemberantasan korupsi. Ini fakta. Aspek preventif kita kedepankan," tutur dia.
Terkait dengan revisi Undang-Undang KPK, Husain meminta publik tidak melihat negatif pernyataan Wapres JK.
"Pak JK selalu ajak kita berpikir jernih, dalam konteks tata negara yang baik ke depan karena sudah selama 13 tahun Undang-Undang itu (belum direvisi)," Husain menambahkan.
>> KIH-Jokowi akan Bertemu >>
KIH-Jokowi akan Bertemu
KIH-Jokowi akan Bertemu
Presiden Jokowi sudah meminta kepada para pembantunya membuat laporan kinerja serta agenda ke depannya.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya Romahurmuziy mengisyaratkan ada pembicaraan dengan Presiden soal reshuffle kepada para partai pendukungnya, yakni Koalisi Indonesia Hebat atau KIH.
"Fatsunnya memang Presiden akan menyampaikan kepada para pimpinan koalisi pendukung (terkait reshuffle menteri). Kita juga akan menyampaikan tetapi secara umumnya. Pekan ini kita bertemu," ujar Romi di Gedung Serba Guna Rumah Jabatan Anggota DPR RI, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin 22 Juni 2015.
"Itu kan agenda rutin sebenarnya, tapi nanti sekalian saja. Seharusnya Sabtu kemarin, tapi karena Presiden Jokowi ada agenda, ditunda," sambung politisi PPP yang akrab disapa Romi.
Meski dirinya mengatakan akan memberikan masukan secara umum, Romi juga mengindikasikan adanya pergantian di sektor ekonomi. "Melihat adanya ekonomi hari ini. Memang perlu penyegaran di kabinet porto polio di ekonomi."
Kendati demikian, Romi menjelaskan itu merupakan hak prerogatif presiden sehingga tidak perlu ada intervensi dari partai.
"Tentu sekarang Presiden sudah mengantongi siapa yang bisa dipertahankan dan tidak. Ini juga wujud nyata evaluasi yang dilakukan Jokowi," tegas Romi.
Senada dengan Romi, Menteri Agama yang juga kader PPP, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, soal adanya reshuffle, mutlak berada di tangan Presiden Jokowi. Menurut dia, tak ada orang lain selain Presiden yang memiliki kuasa.
"Sistem kita ini kan presidensial. Jelas otoritas penuh soal diangkat dan diberhentikan di kabinet, tentu tidak ada orang lain selain Presiden itu sendiri," ujar Menteri Lukman di Gedung Serba Guna Rumah Jabatan Anggota DPR RI, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin 22 Juni 2015.
Menteri Lukman menyadari, otoritas penuh yang dimiliki Presiden Jokowi tersebut tidak dapat diintervensi oleh partai politik, khususnya para partai pendukungnya.
(Ans/Rjp)
Advertisement