Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto (BW) menguji materi Undang-Undang KPK terkait ketentuan pemberhentian sementara pimpinan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi ini terkait dengan dugaan kriminalisasi terhadap dirinya yang berujung pada penonaktifannya.
Dalam persidangan, anggota majelis hakim Patrialis Akbar mempertanyakan rekaman kriminalisasi terhadap KPK. Sebab, pada sidang pengujian UU KPK 25 Mei 2015 lalu, penyidik KPK Novel Baswedan memberi kesaksian terkait adanya rekaman yang diperoleh pihaknya terkait kriminalisasi KPK.
"Bisa tidak mengajukan bukti rekaman. Apakah pemohon (Bambang Widjojanto) mengetahui adanya rekaman ini?" tanya Patrialis di dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Hakim Arief Hidayat melengkapi pertanyaan dari Patrialis. "Apakah pemohon bisa menghadirkan rekaman itu? Apakah akan diperdengarkan secara terbuka atau di dalam rapat Majelis untuk mengambil kesimpulan dan menggunakan rekaman sebagai referensi?"
Mendengar pertanyaan 2 hakim MK itu, Bambang mengaku dengan posisinya yang sudah nonaktif di KPK, maka sulit untuk mengeluarkan rekaman itu.
"Saya sulit menjawab itu. Karena saya bukan pimpinan lagi. Saya memang tidak dalam kapasitas itu," ujar Bambang.
Bambang pun menegaskan tidak bisa sembarangan membawa rekaman tersebut untuk didengarkan. Jika membiarkan rekaman itu dibuka, maka bisa saja dirinya kembali terkena tindak pidana lagi.
"Nanti saya bongkar, saya kena masalah lagi. Siapa yang bisa jamin?" ucap Bambang.
Kesaksian Novel
Penyidik KPK Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang uji materi UU KPK Pasal 23 Ayat 2 UU di Gedung Mahkamah Konstitusi, 25 Mei lalu.
Dalam sidang yang diajukan Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto itu, Novel mengatakan KPK mempunyai rekaman yang menunjukkan upaya kriminalisasi, intimidasi, dan pelemahan terhadap lembaga antirasuah itu dari beberapa pihak.
Novel mengungkapkan isi rekaman menunjukkan adanya rencana menersangkakan sejumlah komisioner dan penyidik KPK. Selain itu juga ada ancaman dan intimidasi terhadap sejumlah pegawai KPK, seperti yang dialami Plt Struktural Bidang Penindakan.
Namun Novel mengaku tidak punya kewenangan dalam hal membuka rekaman dugaan kriminalisasi KPK tersebut ke publik. Menurut dia, yang berhak membuka rekaman tersebut adalah pimpinan KPK saat ini.
"Segala hal di KPK harus melalui pimpinan, tidak bisa melalui saya, dan tentu harus melalui pimpinan," terang Novel Baswedan. (Mut/Sss)