Liputan6.com, Jakarta - DPR resmi menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau yang dikenal dengan dana aspirasi masuk dalam APBN 2016 sebesar Rp 11,2 triliun.
Namun, KPK meminta DPR meninjau ulang UP2DP karena program tersebut dari aspek politik masih menimbulkan pro dan kontra yang perlu kehati-hatian. Terutama, supaya tidak menimbulkan permasalahan ke depan yang berujung pada tindak pidana korupsi.
"Dari tim lembaga harus ditinjau sejauh mana kesiapan, pertanggungjawaban dan hasil yang diharapkan. Kalau sistemnya tak baik tentu risiko-risiko harus kita antisipasi," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain usai bertemu dengan pimpinan DPR untuk dimintai masukan soal UP2DP di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Menurut dia, program ini memang perlu persiapan yang matang untuk pemerataan pembangunan di daerah dapat terwujud. Sebab, pihaknya sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) dengan mengamati kegiatan anggaran bahwa ditemukan tidak lebih dari 30% anggaran untuk belanja modal.
"Ini (anggaran) kecil lagi. Andai kata perlu perhatian khusus tentu kita harapkan pembangunan daerah terwujud," ujar Zulkarnain.
Dia melanjutkan, program ini perlu sinkronisasi dengan program-program lain yang ada di daerah yang juga perlu diperhatikan. Karena itu, KPK mempertanyakan seperti apa program ini agar tidak tumpang tindih dengan program yang sudah ada di daerah.
"Dalam pelaksanaan tentu harus ada kejelasan, petunjuk teknis dari eksekutor yang laksanakan ini serta kami lebih beri perhatian terkait perencanaan kegiatan programnya dan aspek budaya pelaksanaannya," tutur dia.
Dari aspek kewenangan, sambung Zulkarnain, tentunya harus ada dasar hukumnya dalam hal ini UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD atau UU MD3 sudah mengaturnya.
Namun, diharapkan kewenangan yang diamanatkan oleh UU tersebut harus penuh kehati-hatian. "Keinginan yang baik tentu diharapkan tercapai dengan baik sehingga tak timbulkan masalah serius dan perlu kehati-hatian," pungkas Zulkarnain.
>> Perberat Tugas KPK? >>
Perberat Tugas KPK?
Perberat Tugas KPK?
‎
Sementara itu, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mukhamad Misbakhun menerima masukan KPK yang sejatinya mendukung program tersebut. Namun yang menjadi persoalan penting dalam pembahasan tersebut yakni menyangkut mekanisme kontrol dari dana aspirasi.
Sebab, menurut dia, kerap kali program pembangunan itu lemah dalam pengawasan dan pihak DPR tidak menginginkan adanya dana aspirasi itu akan perberat kerja KPK.
"Jadi itu jangan sampai kemudian tugas KPK yang sudah begitu berat dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi ini kemudian bertambah lagi kalau pelaksanaan ini tidak bagus," ucap Misbakhun.
Bila dana aspirasi itu cair, setidaknya ada 560 program pembangunan yang mewakili daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota Dewan. Misbakun mengatakan, jumlah tersebut memang sangat banyak. Karena itu DPR akan bekerja sama dengan kementerian terkait dan pemerintah daerah sebagai pengguna anggaran.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, fungsi DPR hanya melakukan pengawasan dari dana aspirasi. Sedangkan eksekutornya adalah pemerintah. DPR, katanya, tidak punya kewenangan untuk mengatur berapa jumlah dana aspirasi yang perlu diserap dan bagaimana teknis pelaksanaannya.
"Tadi KPK juga tanya, siapa yang mengatur harga patokan dari proyek-proyek ini? Nah, saya sampaikan bahwa petunjuk pelaksanaan dan teknisnya murni kewenangan pemerintah. Yang menentukan patokan harga harga terhadap sebuah proyek A, B, C itu adalah pemerintah," jelas dia.
Tapi, saat ditanya lagi tentang ‎konkretnya cara pengawasan yang akan dilakukan DPR agar dana aspirasi itu berjalan dengan baik, Misbakhun belum bisa menjawab dengan jelas. Dia juga tidak bisa menjamin tidak ada penyalahgunaan anggaran di dalamnya. Ia hanya berharap pemerintah tidak melihat itu sebagai proyek akal-akalan DPR.
"Makanya KPK tadi sudah berikan rambu-rambu, mengenai pelaksanaan (dana aspirasi) ini. Kan kita sampaikan tadi. Pelaksanaan program ini bukan wilayah DPR. Kita hanya menyerap aspirasi‎ kemudian disampaikan melalui program pembangunan direkap oleh DPR dan disampaikan ke pemerintah," tandas Misbakhun. (Ans/Ali)
Advertisement