Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-undang (RUU) atas perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) resmi masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 menggantikan RUU atas perubahan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Penyimpanan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian nantinya dimasukkan ke Prolegnas berikutnya.
Hal tersebut disetujui dalam rapat paripurna DPR, Selasa (23/6/2015), yang dibacakan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Sareh Wiyono. Pimpinan rapat paripurna, Fahri Hamzah kemudian mengetuk palu sebagai tanda RUU KPK masuk prioritas Prolegnas 2015 tanpa ada penolakan dari seluruh anggota Dewan yang hadir.
Dalam sambutan perubahan prioritas Prolegnas 2015 tersebut, Sareh mengatakan, revisi UU KPK tersebut masuk Prolegnas 2015 karena pemerintah memasukkan RUU KPK dalam Prolegnas RUU prioritas 2015 untuk menggantikan RUU atas perubahan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Penyimpanan Keuangan Pusat dan Daerah yang akan diusulkan dalam prioritas 2016.
"Akhirnya, Baleg dapat menyetujui usulan tersebut dan meminta kepada pemerintah untuk tidak menarik kembali atas usulan tersebut," kata Sareh Wiyono.
Sebelumnya, anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, revisi UU itu sudah masuk dalam agenda Prolegnas 2015-2019. Sehingga, agenda revisi UU KPK sudah siap untuk dibahas. "Namun, pembahasan itu nanti bisa 2015, 2016, 2017, 2018, 2019. Jadi tidak perlu didesak masuk dalam prolegnas."
Inisiatif DPR
Masinton menjelaskan, revisi UU KPK merupakan usulan inisiatif dari DPR. Namun, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly telah mencoba mengonsultasikan untuk membahas pada tahun 2015 ini.
"Jadi, Menkumham bukan ngotot. Kesepakatan DPR bersama pemerintah untuk dibahas 2015. Tapi, Presiden tidak setuju dibahasnya untuk dibahas tahun ini," beber dia.
Revisi UU KPK ini, imbuh dia, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari KPK dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II menunjukkan, pihak KPK mengusulkan adanya revisi UU tersebut.
"Ada beberapa usulan dari KPK, revisi KUHAP, KUHP, Tindak Pencucian Uang. KPK juga menginginkan UU (revisi UU KPK) ini, cuma kan belum dibahas intinya," ungkap Masinton.
Dia menegaskan, revisi UU KPK bukan hanya kehendak DPR, melainkan keinginan KPK. Artinya, ada bagian dalam UU KPK yang harus diperkuat. "Harus ada yang disempurnakan dalam UU KPK. Jadi, munculah inisiatif (revisi) ini."
>> Tanggapan Demokrat >>
Tanggapan Demokrat
Tanggapan Demokrat
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, I Putu Sudiartana mengatakan, wacana revisi UU KPK harus memiliki kejelasan. Pasalnya, wacana revisi tersebut harus bertujuan untuk melakukan penyempurnaan payung hukum KPK.
"Kalau tujuannya penyempurnaan silakan direvisi. Kalau isunya pelemahan, pelemahan dari mananya? Karena hak penyadapan sudah diberikan. Jadi dari mana lemahnya," kata Sudiartana.
Menurut dia, permintaan penambahan kewenangan SP3 oleh Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki merupakan langkah untuk memperjelas mengenai tersangka yang menjalani pemeriksaan telah meninggal dunia.
"Kalau ini kan di Kejaksaan Agung ada (SP3). Kalau SP3 kan masa orang meninggal kasusnya harus dilanjutkan. Harus ada kejelasan," ucap dia.
Terkait banyaknya kalangan yang menilai adanya upaya pelemahan KPK, dia menegaskan justru pihaknya ingin memperkuat KPK.
"Kalau melemahkah hanya isu, nyata-nyatanya KPK diperkuat. Lembaga KPK harus diperkuat," ‎tandas Putu.
>> Kenapa Takut Revisi? >>
Advertisement
Kenapa Takut Revisi?
Kenapa Takut Revisi?
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan revisi UU KPK sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Rencana perubahan UU lembaga antirasuah itu pun sangat relevan dengan kondisi saat ini. Terlebih KPK tidak lama ini telah mengalami 3 kali kekalahan di sidang praperadilan.
"Sekarang diajukan (revisi UU KPK) sangat relevan, momentumnya juga pas karena KPK sudah 3 kali kalah praperadilan dengan alasan berbeda-beda. Jadi saya rasa memang diperlukan revisi itu. Kenapa kita harus takut dengan revisi UU KPK," ujar Fadli usai buka puasa bersama di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Salah satunya yang har‎us diperhatikan dalam revisi UU KPK, menurut Fadli, adalah soal kewenangan penyadapan. Ia mengatakan, di beberapa negara maju, lembaga yang mempunyai wewenang menyadap mempunyai aturan ketat. Bahkan prosedur penyadapan harus melalui pengadilan.
"Soal penyadapan, cek saja di seluruh dunia tidak ada yang sebebas Indonesia," tutur dia.
Pengadaan Alat Sadap
‎Selain kewenangan penyadapan, pengadaan alat sadap juga harus diatur dengan jelas. Ia meminta KPK tidak sembarangan membeli alat sadap. Hal ini untuk menghindari kemungkinan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
"Alatnya dari mana, beli di mana, berapa harganya? Kita mau tahu dong. Jangan sampai mereka beli alat sendiri atau hibah dari orang lain. Jangan sampai ada orang lain mengontrol (penyadapan) dari belakang," tegas Fadli.
Dalam revisi UU KPK nanti, DPR juga akan membahas terkait pengangkatan penyidik independen. Menurut Fadli, penyidik KPK seharusnya berasal dari kepolisian maupun kejaksaan. Karena mereka yang dinilai mempunyai keahlian di bidangnya.
Bukan Pelemahan
Lebih jauh‎ politisi Partai Gerindra ini menyatakan, perubahan UU KPK ini bukan dibuat dengan maksud melemahkan lembaga antikorupsi itu. Melainkan, justru untuk memperkuatnya.
Di sisi lain, DPR juga ingin memperbaiki lembaga penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan dan kepolisian. Ia juga berharap, lembaga penegak hukum tersebut bisa bersinergi dalam memberantas korupsi.
"Kita harus memperbaiki kejaksaan dan kepolisian sebagai institusi induk. Jadi harus bersama-sama memerangi korupsi. Kepolisian dan kejaksaan juga harus ikut. Tidak bisa tulang punggung di KPK saja," papar Fadli.
Fadli menekankan, pemerintah harus bergerak cepat dalam membenahi institusi kenegaraan, termasuk penegak hukum. ‎Ia berharap penegakan hukum seperti memberantas korupsi bisa dilakukan secara sistemik. Kepolisian, kejaksaan, dan KPK diharap bisa bekerja sama dalam memberantas korupsi.
"Enggak usah takut tidak populer, kalau kita mau membenahi (negara). Kita kan mau memberantas korupsi ini secara sistemik. Bukan KPK kayak jagoan mau memberantas korupsi sendiri," tandas dia.
>> JK Dukung Revisi >>
JK Dukung Revisi
JK Dukung Revisi
Fadli Zon mengatakan pula, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mendukung revisi UU KPK. Bahkan, sejumlah politisi tidak ada yang keberatan mengenai revisi UU KPK. Sebab, revisi UU merupakan hal yang biasa dan tidak untuk ditakuti.
"Revisi ini hal yang biasa kok, tidak ada yang luar biasa. Justru kita harus melihat kenapa takut dengan revisi UU KPK. Jangan-jangan ada yang menikmati di belakang itu," ucap Fadli.
"Biarkan saja [revisi (UU KPK]( 2257007 "")) itu kan perubahan. Kita terbuka, perubahannya itu lebih baik atau lebih buruk. Kita kan ingin perubahan lebih baik supaya tidak ada tabrakan institusi," pungkas Fadli Zon. (Ans /Vid)
Advertisement