Sukses

Fahri PKS: 12 Tahun UU KPK, Hampir Semua Pimpinan Jadi Tersangka

Menurut Fahri, kelonggaran pengawasan inilah yang memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang di KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang atas perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), resmi masuk prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. RUU ini menggeser RUU atas perubahan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Penyimpanan Keuangan Pusat dan Daerah, yang akan dimasukkan ke Prolegnas berikutnya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, salah satu poin penting yang perlu dikoreksi dalam UU KPK adalah longgarnya pengawasan terhadap kinerja penyidik maupun pimpinan KPK. Menurut Fahri, kelonggaran pengawasan inilah yang memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang.

"Problem di KPK adalah UU KPK Nomor 30 tahun 2002. Usia UU ini sudah 12 tahun. Setelah 12 tahun, hampir semua pimpinan KPK menjadi tersangka," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/6/2015).

Fahri juga mengkritik 'perseteruan' antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung yang selama ini dipertontonkan kepada publik.

Padahal ketiganya, ujar politisi PKS itu, adalah lembaga penegak hukum. Di saat bersamaan, ada kelompok masyarakat sipil menganggap perseteruan dan revisi UU KPK sebagai bentuk pelemahan lembaga pemberantasan korupsi itu.

‎Fahri menegaskan, ada beberapa kinerja KPK yang harus dievaluasi. Di antaranya, kalah dalam praperadilan yang diajukan oleh orang-orang yang ditetapkan jadi tersangka oleh KPK.

"Kami pernah mendapatkan info atas dasar kasus yang tidak layak (kalah di praperadilan), karena KPK tidak punya wewenang SP3 (Surat Penghentian Proses Penyidikan), maka kasus tersebut dilayakkan. Cuma selama ini jarang ada yang melawan. Dalam kondisi semacam ini, masa kita tidak menyadari perlunya koreksi," papar Fahri.

Jokowi Tolak Revisi?

Terkait revisi UU KPK ini, anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi, mengatakan yakin Presiden Joko Widodo akan menerimanya. Walaupun sebelumnya Presiden Jokowi menegaskan menolak revisi undang-undang tersebut.

"Saya enggak yakin Presiden tolak revisi, ujungnya akan menerima," kata Aboebakar.

Keyakinan tersebut, kata politisi PKS ini, karena Presiden Jokowi membutuhkan masukan dari berbagai pihak terkait rencana tersebut. "Enggak cukup satu (masukan), karena di beberapa hal tidak konsisten," ujar dia.

Aboebakar menambahkan, DPR harus memberikan penjelasan dan masukan ke Jokowi tentang rencana revisi UU KPK. "Kalau ada masukan, bisa beri ke Presiden. Parlemen harus sering beri masukan pada Presiden," tandas Aboebakar. (Sun/Mut)