Sukses

Organda: Uber Taksi Rugikan Pemerintah

Fenomena keberadaan "taksi online" Uber di Jabodetabek masih terus menjadi pro-kontra.

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena keberadaan "taksi online" Uber di Jabodetabek masih terus menjadi pro-kontra. Salah satu asosiasi pengusaha rental yang menjadi bagian dari perusahaan tersebut mengatakan, kendaraan yang tergabung dalam Uber bukanlah kendaraan umum melainkan angkutan khusus.

Namun, Sekertaris Jenderal Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda), Ardiansyah mengatakan, Taksi Uber bukanlah angkutan khusus. Dia menjelaskan kembali, keberadaan Taksi Uber merupakan ilegal. Sebab, angkutan tersebut tidak mempunyai izin beroperasi selayaknya transportasi umum.

"Semua orang bisa menggunakan kendaraan itu dengan transaksi, setiap ada transaksi antara pengguna kendaraan dan pemilik kendaraan, itu masuk dalam transportasi umum. Dan itu diatur dalam peraturan pemerintah untuk melindungi pengguna jasa," ujar Ardiansyah kepada Liputan6.com, Jumat (26/5/2015).

Menurut Ardiansyah, selain keberadaannya yang belum memiliki izin, tarif Taksi Uber yang jauh lebih murah juga menjadi polemik. Hal itu ditentang para pengusaha angkutan lainnya, karena berpotensi merusak kestabilan harga minimum yang ada di pasaran.

"Ini kan merusak harga pasaran. Uber itu bisa murah, karena tidak terikat, tidak mengikuti regulasi yang ada, berbeda dengan operator taksi resmi," tutur dia.

Ardiansyah juga menjelaskan, meski Taksi Uber diklaim sebagai mobil rental, harus tetap menggunakan plat kuning. Dia mencontohkan salah satu kendaraan rental yang ada di Provinsi Bali, menggunakan plat kuning karena juga menyadari menjadi bagian kendaraan umum.

Selain itu, menurut dia kehadiran Taksi Uber juga merugikan pemerintah dalam segi pendapatan pajak. Sebab, setiap pengusaha transportasi diwajibkan membayar iuran yang termasuk ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Ya tidak punya izin, berarti tidak bayar pajak. Ini kan merugikan pemerintah," pungkas Ardiansyah. (Tnt/Rmn)