Sukses

DPR Harap Laporan APBN 2014 Tak Sekadar Formalitas

Laporan APBN perlu disesuaikan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Liputan6.com, Jakarta - DPR berharap laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014 yang disampaikan Pemerintah melalui Menteri Keuangan, tidak sekadar formalitas. Laporan perlu disesuaikan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Hasil audit BPK itu menjadi salah satu kelengkapan Komisi DPR untuk menyetujui ataupun membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) 2016 mitra kerja Komisi," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan seperti dikutip  dari dpr.go.id, Sabtu (27/6/2015).

Hasil audit BPK itu, baik Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), atau Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer) akan menjadi batas acuan dalam politik anggaran di DPR untuk tahun mendatang. Walaupun APBN 2014 merupakan produk dari pemerintahan sebelumnya.

"Sesuai tata aturan dalam UU, APBN sebelumnya menjadi acuan pada saat pembahasan APBN 2016. Sebab, laporan pertanggungjawaban dari pelaksanaan APBN sebelumnya akan menjadi kelengkapan data," imbuh Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Menanggapi LKPP 2014 yang mendapat opini WDP BPK, Taufik melihat hal ini sebagai sebuah tantangan. Sebab, diharapkan hasil audit BPK untuk kementerian dan lembaga seluruhnya adalah WTP.

"Kita akan memacu dan mendorong pemerintah agar kementerian/lembaga yang opini BPK masih WDP menjadi WTP. Contohnya DPR dan beberapa kementerian yang selalu mendapatkan opini WTP," kata Politisi asal Dapil Jawa Tengah itu.

Namun Taufik menyayangkan masih banyaknya kementerian dan lembaga yang masih mendapat opini WDP. Dia menilai, sejumlah faktor ikut mempengaruhi sehingga posisinya tidak meningkat.

"Antara lain penyerapan yang tidak maksimal dan faktor ketidaklengkapan administratif. Hal lain adalah kondisi dan situasi di lapangan seperti bencana alam."

Hal-hal semacam itu dinilainya membuat APBN yang dianggarkan tidak terserap dengan semestinya. Tak heran bila pada akhirnya mempengaruhi penilaian dan audit BPK.

"Opini WDP bukan berarti tingkat korupsinya tinggi. Namun barangkali aspek administratif terlewatkan. Di masa mendatang, jangan sampai terlewat sehingga laporan pertanggungjawaban yang diberikan benar-benar komprehensif," jelas dia.

Menurut dia, penghargaan DPR terhadap kementerian/lembaga dengan opini WDP dan WTP tentu berbeda. Sebab, status tersebut akan menentukan acuan anggaran di tahun berikutnya.

"Sepanjang kementerian/lembaga bisa bertahan dengan opini WTP, tentu akan ada apresiasi. Sementara, yang masih WDP atau TMP (disclaimer) tentu harus meningkatkan kinerjanya," pungkas Taufik.

Pada tahun anggaran 2014, dari 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), 62 LKKL mendapat opini WTP, 17 LKKL mendapat opini WDP, dan 7 LKKL mendapat opini TMP. (Mut)