Sukses

Rapor Buruk Penjualan Mobil Nasional

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi penyebab buruknya rapor penjualan mobil nasional tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Momentum manis Ramadan dan Lebaran yang biasanya dipetik industri otomotif tiap tahun tak berlaku untuk kali ini. Penjualan mobil dan motor jelang lebaran pun turun.

Untuk mobil, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan pada Mei hanya mencapai 79.236 unit, turun tiga persen dibandingkan bulan sebelumnya dengan 81.600 unit.

Bisa dibilang, penjualan Mei tahun ini merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi penyebab buruknya rapor penjualan mobil nasional tahun ini.

"Kami laporkan periode sama pada tahun lalu sampai saat ini bahwa ada penurunan ‎untuk wholesale 16,6 persen. Sedangkan untuk penjualan retail turun 13,7 persen," kata Ketua Umum Gaikindo Sudirman M Rusdi. Target penjualan 1,2 juta unit seperti performa tahun lalu pun dikoreksi jadi 1-1,1 juta unit saja.

Sudirman menjelaskan, penurunan ini merupakan imbas melemahnya rupiah. Efek lanjutannya adalah turunnya daya beli masyarakat. Sudirman menilai bahwa sebenarnya minat masyarakat untuk membeli mobil masih tinggi dari data pembelian mobil secara kredit memperlihatkan peningkatan.

"Ekspor komoditi menurun dan membuat ekonomi di sejumlah daerah melambat dan membuat daya beli menurun," tuturnya.

Melemahnya rupiah membuat pemain industri otomotif putar otak. PT Toyota-Astra Motor (TAM) perlu melakukan penyesuaian agar penjualan tak babak belur.

Indonesia saat ini bukan lagi diposisikan sebagai pasar tapi juga basis dari manufacturing.


"Nilai tukar dolar mempengaruhi industri otomotif itu pasti. Kenapa? karena cost atau biaya membuat kendaraan pasti naik," kata Direktur Pemasaran PT TAM, Rahmat Samulo ketika berbincang dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Kondisi ini pun tak serta merta dilimpahkan Agen Pemegang Merek (APM) ke konsumen. Toyota misalnya, kata Samulo, melakukan efisiensi ke dalam.

"Kalau kenaikan itu langsung diteruskan ke konsumen (dengan menaikan harga mobil), dengan situasi ekonomi yang kayak sekarang, konsumen makin nggak mampu beli," katanya.

Tak cuma di roda empat, kondisi ini pun turut dirasakan PT Astra Honda Motor (AHM), selaku APM sepeda motor merek Honda di Indonesia.

"Kami putar otak untuk hadapi rupiah. Pasti kami melakukan penyesuaian, tapi tidak kami bebankan langsung ke konsumen. Kami lakukan efisiensi," kata Direktur Produksi AHM David Budiono beberapa waktu lalu.

Data Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), total penjualan (wholesale) sepeda motor baru dalam lima bulan pertama tahun ini, turun 24,7 persen.

Sama seperti roda empat, penjualan sepeda motor pun menggambarkan rapor buruk yang pernah dicatatkan industri dalam lima tahun terakhir. Dari Januari-Mei penjualan hanya berada di angka 2.599.448 unit, turun dari periode yang sama tahun lalu dengan 3.451.377 unit.

2 dari 2 halaman

Pelonggaran DP Jadi Penolong

Pelonggaran DP Jadi Penolong

Pemerintah nampaknya tak tinggal diam untuk meminimalkan dampak pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Di sektor otomotif misalnya, pelonggaran down payment (DP) atau uang muka untuk pembelian kendaraan baru secara kredit diharapkan mampu menggairahkan penjualan.

Namun, Executive Marketing Director of MFTBC Marketing Division PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) Rizwan Alamsjah, tak bisa memprediksi apakah pelonggaran DP kendaraan itu mampu mengembalikan tren positif industri otomotif.

"Itu kan baru, jadi belum bisa dilihat apakah ada pengaruhnya atau tidak," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.

"Kondisi seperti saat ini membuat orang (konsumen mobil) lebih memilih untuk saving dan menunggu."

Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan soal pelonggaran uang muka untuk kredit kepemilikan kendaraan tercantum melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 mengenai Rasio LTV atau Rasio Financing To Value, untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Aturan ini mengubah biaya uang muka kepemilikan kendaraan roda dua dari 25 persen menjadi 20 persen dari total harga. Sementara untuk roda tiga atau lebih turun lima persen, dari 30 persen jadi 25 persen.

Asisten GM Pemasaran PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), Mohammad Masykur tidak yakin pelonggaran DP bisa membuat penjualan kembali bergairah. Soalnya, dia melihat ada beberapa hal yang membuat penjualan sepeda motor anjlok 24,7 persen, salah satunya rendahnya daya beli masyarakat.

"Di daerah harga komoditas juga nggak naik-naik, belum lagi efek kenaikan BBM yang kemarin masih ada, ditambah lagi subsidi listrik dicabut sehingga membebani konsumen," katanya.

Untuk konsumen sepeda motor, lanjut Masykur, kondisi ini membuat penghasilan mereka dialokasikan ke kebutuhan pokok.

"Kondisi pasar sekarang itu (istilahnya) lagi sakit. Jadi penurunan DP yang lima persen itu belum bisa mengobati penyakitnya," ucapnya.

Sebagai informasi, kondisi industri otomotif tidak dalam kondisi sehat. Ini tergambar dari performa penjualan sepeda motor dan roda empat yang mengalami penurunan.

Data AISI, sebanyak 469.630 unit motor terjual pada bulan lalu, turun 10,5 persen dari bulan sebelumnya. Sementara penjualan Januari-Mei 2015 ‎tercatat 2.599.448 unit atau anjlok 24,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara untuk mobil, Gaikindo mencatat, penjualan pada Mei hanya mencapai 79.236 unit, turun tiga persen dibandingkan bulan sebelumnya dengan 81.600 unit. (Ein)

Â