Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, mempraperadilankan KPK terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi kerja sama kelola dan transfer instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Makassar tahun 2006-2012. Ilham menduga KPK telah memanipulasi hukum.
Hal itu diungkapkan pengacara Ilham, Johnson Pandjaitan. Menurut dia, KPK diduga melakukan manipulasi dalam jawaban terhadap permohonan praperadilan kedua Ilham Arief, Kamis 2 Juli kemarin. Jawaban yang dibacakan Jaksa KPK, Zainal Abidin, pada poin 6, KPK mengaku belum pernah menetapkan Ilham sebagai tersangka, dan itu hanya anggapan pemohon.
Johnson mengatakan, KPK menganggap surat perintah penyidikan atau sprindik tertanggal 5 Juni meski sudah menuliskan Ilham sebagai tersangka, tapi substansinya baru dugaan atau diduga tersangka. Masih di dalam eksepsinya, KPK menyatakan bahwa penetapan tersangka itu patokannya kalau sudah dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.
"Ini adalah kebohongan. Karena sprindik ini menjadi acuan untuk memeriksa saksi-saksi seperti Hamzah Ahmad, dan jelas disebutkan dalam surat tersebut untuk kepentingan Ilham sebagai tersangka," ujar Johnson di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/7/2015).
Di tempat yang sama, salah satu tim pengacara Ilham, Aliyas Ismail mengaku ada yang aneh dengan eksepsi KPK, karena kliennya belum pernah diperiksa sebagai tersangka. Sedangkan KPK sudah memeriksa sejumlah saksi untuk kepentingan proses hukum Ilham sebagai tersangka.
"Ini terang-terangan sangat bertentangan dengan proses penyelidikan dan penyidikan yang diatur dalam KUHAP. Ini juga artinya manipulasi lainnya," ujar Aliyas.
Selain itu, menurut dia, dugaan manipulasi lainnya adalah, KPK berdalih tidak perlu melaksanakan perintah putusan praperadilan pertama yang memerintahkan KPK memulihkan hak-hak pemohon, baik dalam kedudukan, harkat, serta martabatnya. Alasan KPK, setelah praperadilan memenangkan Ilham, hak tersebut telah dipenuhi seketika.
Karena itu, pengacara Ilham lainnya, Nasiruddin Pasigai menyatakan KPK dipandang tidak menghargai institusi hukum atau lembaga pengadilan. "KPK juga menujukkan rasa tidak hormatnya pada lembaga pengadilan dengan tetap memaksakan memanggil paksa Ilham. Enggan menunggu proses praperadilan berlangsung," pungkas Nasiruddin.
Ilham Arief Sirajuddin diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama yang mengakibatkan kerugian negara yang mencapai sekitar Rp 38,1 miliar. Selain Ilham, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Traya Tirta Makassar, HW, sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Ilham kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel terkait penetapan tersangka oleh KPK. Pada praperadilan pertama, 12 Mei 2015, hakim tunggal Yuningtyas Upiek mengabulkan ‎permohonan praperadilan dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK, tidak sah.
Namun, setelah putusan itu bergulir, KPK kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka atas kasus yang sama dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru atas nama llham Arief Sirajuddin. Langkah tersebut, menurut KPK, berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi.
Perkara yang disangkakan kepada llham dalam sprindik baru itu masih sama seperti sebelumnya. Begitu pun pasal yang disangkakan kepada llham, yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Fis/Mut)
Eks Wali Kota Makassar Duga KPK Memanipulasi Hukum
KPK diduga melakukan manipulasi dalam jawaban terhadap permohonan praperadilan kedua Ilham Arief, Kamis 2 Juli kemarin.
Advertisement