Sukses

4 Tokoh Nasional Lolos Seleksi Tahap I Calon Pimpinan KPK

Tak hanya Johan Budi, dari internal KPK juga beberapa nama lolos tahap I seleksi calon pimpinan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) mengumumkan 194 nama yang berhasil lolos seleksi tahap I, dari sekitar 600 pendaftar. Dari jumlah yang lolos tersebut, 23 di antaranya adalah perempuan.

Dari data Pansel KPK, 194 nama yang lolos, terdapat nama-nama peserta yang tidak asing lagi dalam dunia hukum. Seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie dan‎ mantan Juru Bicara KPK yang kini Pelaksana tugas pimpinan lembaga antirasuah tersebut, Johan Budi SP. Ada juga ekonom Ichsanoodin Noorsy, dan pensiunan jenderal bintang dua, Mayjen TNI Hendardji Soepandji.

Tak hanya Johan Budi, dari internal KPK juga beberapa nama lolos tahap ini. Mereka adalah Giri Suprapdianto yang merupakan Direktur Gratifikasi KPK dan Yudi Kristiana yang saat ini masih menjabat sebagai jaksa KPK.

Selain nama-nama tersebut, juga terdapat perwakilan perempuan yang namanya cukup tersohor, yakni anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 Lili Pintauli Siregar dan Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani. Keduanya termasuk dalam 23 nama perempuan yang lolos tahap I.

Berikut 4 tokoh yang turut lolos seleksi tahap awal capim KPK:

>> Jimly Asshiddiqie >>

2 dari 5 halaman

1. Jimly Asshiddiqie

1. Jimly Asshiddiqie

Jimly Asshiddiqie, pria kelahiran Palembang, 17 April 1956 ini adalah akademisi yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010.

Sekarang ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sejak Juni 2012, dari lembaga yang sebelumnya bernama Dewan Kehormatan KPU, yang juga ia pimpin pada 2009 dan 2010.

Jimly memperkenalkan DKPP sebagai lembaga peradilan etika pertama dalam sejarah, bukan hanya di wilayah RI, tetapi juga di dunia.

Jimly meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia (UI) pada 1982, kemudian menyelesaikan jenjang pendidikan S2-nya di perguruan tinggi yang sama pada 1987.

Sebagai akademisi, ia dikenal sangat produktif. Sampai sekarang buku karya ilmiahnya yang diterbitkan sudah lebih dari 43 judul dan ratusan makalah yang tersebar di berbagai media dan disampaikan di berbagai forum.

Banyak ide baru yang ia tuangkan dalam buku, seperti dalam buku Green Constitution, Konstitusi Ekonomi, Konstitusi Sosial, Peradilan Etik, dan Etika Konstitusi.

Gelar doktor disandang dari UI pada 1990 dan Van Vollenhoven Institute, serta Rechts-faculteit, Universiteit Leiden, program doctor by research dalam ilmu hukum (1990). Pada 1998, Jimly memperoleh gelar Guru Besar ilmu Hukum Tata Negara FHUI.

Pada masa Presiden Soeharto, Jimly pernah menjabat Staf Ahli Menteri Pendidikan (1993-1998), kemudian diangkat menjadi Asisten Wakil Presiden RI BJ Habibie.

Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati, ia kembali menjadi guru besar FHUI dan dipercaya menjadi Penasihat Ahli Menteri Perindustrian dan perdagangan (2001-2003), Tim Ahli PAH I BP-MPR (2001-2002), dan Penasihat Ahli Setjen MPR-RI dalam rangka Perubahan UUD 1945 (2002-2003).

Ketika Presiden BJ Habibie membentuk Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani pada 1998, Jimly dipercaya menjadi Ketua Kelompok Reformasi Hukum, sedangkan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Kelompok Kerja Reformasi Politik.

Selain menyiapkan berbagai bahan untuk RUU, pokja juga ditugasi melakukan kajian Perubahan UUD 1945 dan kemungkinan Sistem Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat.

Pada saat genting pasca-mundurnya Presiden Soeharto dan BJ Habibie menjadi Presiden, ia dipercaya menjadi Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum yang langsung diketuai oleh Presiden dengan Ketua Harian Menko Polkam.

Dia merupakan pendiri dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama (2003–2008), dan diakui sebagai peletak dasar bagi perkembangan gagasan modernisasi peradilan di Tanah Air.

Jimly banyak terlibat dalam perancangan undang-undang bidang politik dan hukum. Terakhir ia aktif sebagai penasihat pemerintah dalam penyusunan RUU tentang MK.

Setelah RUU mendapat persetujuan bersama pada 13 Agustus 2003, Jimly dipilih DPR menjadi hakim konstitusi generasi pertama pada 15 Agustus 2003, dan terpilih menjadi ketua pada 19 Agustus 2003. Ia dipercaya memimpin MK selama 2 periode (2003-2006, dan 2006-2008).

Pemerintah sangat menghargai jasa-jasanya dalam membangun MK dengan baik. Untuk itu pada Agustus 2009, ia dianugerahi oleh Presiden, Bintang Mahaputera Adipradana.

Sesudah tidak lagi sebagai hakim, ia pernah dipercaya menjadi Ketua Panitia Seleksi Penasihat KPK (2009) dan Ketua Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (2009-2010).

Selain itu, ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Hukum dan Ketatanegaraan sampai kemudian mencalonkan diri sebagai calon Ketua KPK. Ia juga aktif menjadi Penasihat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2009-sekarang).

>> Johan Budi >>

3 dari 5 halaman

2. Johan Budi

2. Johan Budi

Johan Budi Sapto Prabowo atau lebih dikenal dengan nama Johan Budi adalah Pelaksana tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015.

Pria kelahiran 29 Januari 1967 ini ditunjuk Presiden Joko Widodo pada 18 Februari 2015, untuk menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang akan diberhentikan sementara, karena statusnya sebagai tersangka.

Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Deputi Pencegahan KPK, Juru Bicara KPK dan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK. Ia bekerja di KPK sejak lembaga anti-rasuah itu dibentuk, sebelumnya ia adalah seorang wartawan Tempo.

Pada Juli 2011, dia sempat menyatakan mundur dari jabatannya sebagai juru bicara KPK saat kasus wisma atlet disidik. Johan, kala itu, dituding mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ikut dalam pertemuan di Hotel Formula One Cikini bersama direktur penyidikan, Ade Raharja.

Alasan pengunduran diri Johan adalah agar dapat lebih fokus menjalani proses seleksi calon pimpinan KPK yang tengah diikutinya. Selain itu, juga memberi keleluasaan jika deputi pengawasan internal KPK memeriksanya.

Namun pimpinan KPK Abraham Samad meminta Johan tetap bertahan. Lalu pada Juni 2012, anggota Komisi III DPR RI Said Muhammad meminta pimpinan KPK memecat Johan. Dia dinilai tidak mencerminkan sebagai juru bicara, tapi melebihi komisioner KPK.
Kendati, Samad mempunyai penilaian tersendiri mengenai Johan. Johan dianggap masih layak menduduki jabatannya, karena kinerjanya bagus dan produktif dalam membantu pemberantasan korupsi.

Menurut Samad, Johan adalah seorang magister hukum yang tentunya paham mengenai hukum secara komprehensif. Karenanya dengan ilmu yang mumpuni, Johan masih layak dipertahankan saat itu.

>> Ichsanuddin Noorsy >>

4 dari 5 halaman

3. Ichsanuddin Noorsy

3. Ichsanuddin Noorsy

Ichsanuddin Noorsy memang selalu kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah, yang bertentangan dengan prinsip ekonomi kerakyatan. Sebagai mantan wartawan pada 1982-1989, dia selalu berbicara terbuka.

Dia adalah lulusan Akademi Teknik Tekstil UPN (1981) dengan gelar BSc. Kemudian, gelar Sarjana Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1987), Pascasarjana (MSi) dari FISIP UI (2001) dan gelar doktor ekonomi diraih dari Universitas Airlangga Surabaya (2011).

Ichsanuddin mengawali karier sebagai wartawan pada 1982 hingga 1989, kemudian menjadi kolomnis di berbagai media yang terus ditekuninya. Dia juga sempat menjadi anggota DPR/MPR-RI periode 1997-1999. Pernah juga menjadi senior manager di sebuah bank.

Kemudian menjabat Managing Director Lembaga Studi Kebijakan Publik (1999-2002), Staf Khusus Jaksa Agung (2000-2001), Komisaris PT Pelindo II (2000-2001), Komisaris Independen Bank Permata, Komisaris Bank Danamon, dan Tim Ahli Pusat Studi Kerakyatan UGM (2005-2010). Belakangan, dia aktif di Tim Indonesia Bangkit.

>> Mayjen TNI Purn Hendardji Soepandji >>

5 dari 5 halaman

4. Mayjen TNI Purn Hendardji Soepandji

4. Mayjen TNI Purn Hendardji Soepandji

Mayjen TNI Purn Hendardji Soepandji, pria kelahiran Semarang 10 Februari 1952 ini adalah Komandan Pusat Polisi Militer periode 2006-2007. Dia digantikan Mayjen TNI Subagdja Djiwapradja.

Lulusan AKABRI 1974 ini terakhir menjabat di militer sebagai Aspam KSAD. Ia satu angkatan dengan 2 Danpuspom sebelumnya, yaitu Mayjen TNI Purn Sulaiman AB dan Mayjen TNI Ruchjan. Satu liftingan juga dengan Letjen TNI Purn Prabowo Subianto.

Pada 2012, Hendardji mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta dalam Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta. Namun gugur dalam putaran pertama, hanya mendapatkan 1,98% suara (85.990 suara sah).

Hendardji merupakan adik kandung dari mantan Jaksa Agung Hendarman Soepandji dan kakak kandung Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (Forki) periode 2010-2014. (Rmn/Ans)