Sukses

Teten: Jokowi Revisi PP JHT Ikuti Permintaan Buruh

Presiden Joko Widodo atau Jokowi merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Jaminan Hari Tua (JHT).

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Jaminan Hari Tua (JHT). Namun, Revisi PP tersebut dianggap setengah hati lantaran hanya pekerja yang telah di-PHK saja yang boleh mencairkan JHT ‎sebelum 10 tahun.

Menanggapi kritik tersebut, Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, menegaskan bahwa pemerintah tak membuat kesalahan administrasi yang mengakibatkan PP tersebut harus direvisi. PP JHT menurut Teten, sudah sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Namun, meski sudah sesuai, dalam implementasinya ternyata pekerja menolak mengikuti PP tersebut karena ada ketentuan waktu 10 tahun kepesertaan untuk bisa mendapatkan dana Jaminan Hari Tua.

"Jangan dipelintir, ini kan bagus, itu kalau konsekuen dijalankan dengan undang-undang, memang PP-nya seperti itu. Tapi kan buruhnya tidak mau, terutama yang di-PHK. Terus presiden perintahkan direvisi, kok jadi negatif sih. Itu kan permintaan buruh," kata Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (6/7/2015).

Presiden Jokowi, lanjut Teten, langsung merespons keberatan pekerja dengan meminta pejabat terkait merevisi PP JHT. Sehingga, akan ada pengecualian bagi pekerja yang terkena PHK bisa langsung mendapatkan dana Jaminan Hari Tua mereka.

"Cara pembuatan PP, kalau ditarik ke undang-undang tidak ada yang keliru. Sekarang kan buruh tidak mau menerapkan itu, ya Presiden minta dicari celah untuk bisa mengakomodasi tuntutan buruh itu," jelas Teten.

Proses pembahasan PP soal Jaminan Hari Tua tersebut dilakukan Jokowi dengan pejabat terkait di Istana Bogor beberapa waktu lalu. Menurut Teten, saat itu hanya dibahas poin-poin yang berkaitan dengan undang-undang. Sementara, dalam undang-undang SJSN tidak diatur ketentuan bagi pekerja yang di-PHK.

Karenanya, dalam revisi PP JHT nanti, sambung Teten, tak ada aturan yang diubah. Hanya akan ada tambahan pengecualian bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Ia pun menambahkan, Revisi PP tersebut akan selesai dalam bulan ini.

"Jadi bukan direvisi karena ada kesalahan," tegas dia.
‎
Menurut Teten, keputusan Presiden untuk merevisi PP JHT disambut gembira pekerja. Sebagai mantan aktivis buruh, Teten menyebut keputusan yang diambil Jokowi sudah tepat, sehingga ia menyayangkan jika ada pihak yang merespons negatif keputusan pemerintah merevisi PP JHT.

"‎Ini kan ada celah, karena di undang-undang tidak diatur. Presiden coba cari peluang untuk akomodasi buruh. Memenuhi harapan masyarakat apa salah? Engga kan. Maka menurut saya hal-hal seperti ini bisa dipandang postif dan negatif. Kalau P0residen tidak revisi baru itu keliru, karena yang kita perjuangkan adalah buruh," jelas Teten. (Luq/Mut)