Liputan6.com, Yogyakarta: Dengan kreativitas, limbah pun dapat berubah menjadi barang kerajinan yang sarat nilai estetika. Bahkan, harga jual benda itu boleh dibilang menjanjikan bagi perajin. Buktinya, hasil buatan tangan perajin Yogyakarta yang terbuat dari sisa potongan rotan, lidi dan tempurung kelapa bisa menembus pasar sejumlah negara. Di antaranya, Singapura, Jerman dan Spanyol. Hal itu dibenarkan Tri Isfarikha Nurdiana, seorang perajin bahan bekas Yogyakarta, baru-baru ini.
Menurut Tri, banyak warga asing yang tertarik dengan hasil buatan mereka. Buktinya, mereka mendapat pesanan lampu seharga Rp 85 ribu per buah yang terbuat dari potongan-potongan rotan berukuran 10 sentimeter dari sejumlah warga Jerman. Tri menjelaskan, semua hasil kerajinan baik dari rotan, lidi, dan tempurung dibuat secara manual. Harganya pun beragam dari Rp 35 ribu-Rp 300 ribu. Satu yang pasti harga jual semua produk dijual berdasarkan jenis barang serta ukurannya.
Tri menyebutkan, pasar utama kerajinan mereka, terutama yang terbuat dari lidi adalah Singapura dan Eropa. Hal itu diakui Megawati Sutresna, istri Duta Besar Indonesia untuk Inggris. Menurut dia, meski kondisi perekonomian dunia kini menurun akibat isu resesi global, nilai ekpor kerajinan justru meningkat hingga 50 persen ketimbang tahun silam.(AWD/Olivia Rosalia dan Hendro Wahyudi)
Menurut Tri, banyak warga asing yang tertarik dengan hasil buatan mereka. Buktinya, mereka mendapat pesanan lampu seharga Rp 85 ribu per buah yang terbuat dari potongan-potongan rotan berukuran 10 sentimeter dari sejumlah warga Jerman. Tri menjelaskan, semua hasil kerajinan baik dari rotan, lidi, dan tempurung dibuat secara manual. Harganya pun beragam dari Rp 35 ribu-Rp 300 ribu. Satu yang pasti harga jual semua produk dijual berdasarkan jenis barang serta ukurannya.
Tri menyebutkan, pasar utama kerajinan mereka, terutama yang terbuat dari lidi adalah Singapura dan Eropa. Hal itu diakui Megawati Sutresna, istri Duta Besar Indonesia untuk Inggris. Menurut dia, meski kondisi perekonomian dunia kini menurun akibat isu resesi global, nilai ekpor kerajinan justru meningkat hingga 50 persen ketimbang tahun silam.(AWD/Olivia Rosalia dan Hendro Wahyudi)