Liputan6.com, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mengecam‎ sikap tidak taat hukum yang dilakukan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tripeni Irianto Putro, saat ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis kemarin. Tripeni saat itu menolak dibawa penyidik KPK.
Wakil Ketua KY Imam Anshari Saleh mengatakan, sebagai aparat penegak hukum, seorang hakim harus taat hukum. Karena itu, sikap Tripeni sangat aneh, menolak dibawa penyidik KPK.
"Hakim harus taat hukum. Apalagi tertangkap tangan, langsung menjadi tersangka. Jadi aneh kalau hakim tidak mau mengikuti proses peradilan," kata Imam kepada Liputan6.com, Jumat (10/7/2015).
Dalam video amatir yang ditayangkan sebuah televisi nasional, terlihat Tripeni dan panitera pengganti‎ Syamsir Yusfan, menolak dibawa penyidik KPK saat operasi tangkap tangan.
Bahkan dalam video berdurasi kurang lebih 4 menit itu, penyidik KPK juga sempat mendapat 'perlawanan' dari beberapa karyawan PTUN Medan.
Bagi Imam, tindakan karyawan PTUN itu juga disayangkan. Mereka dapat terancam pidana, karena bisa dikategorikan sebagai upaya menghalang-halangi proses hukum.
‎"Karyawan yang menghalang-halangi proses penangkapan dan penahanan dapat terancam pidana juga. Itu contoh yang tidak elok orang-orang pengadilan yang tidak kooperatif menjalani proses peradilan," jelas dia.
Penangkapan 5 Orang
‎KPK menangkap tangan 5 orang di Medan, Sumatera Utara, Kamis 9 Juli 2015, yang ditengarai tengah bertransaksi suap. Mereka yakni, Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro bersama 2 koleganya sesama hakim PTUN, Amir Fauzi dan Dermawan Ginting,‎ dan panitera pengganti PTUN Syamsir Yusfan, serta seorang pengacara dari kantor OC Kaligis & Associates M Yagari Bhastara alias Gerry.
‎Usai dibawa ke Gedung KPK Kamis malam dan menjalani pemeriksaan intensif, 5 orang ini akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Gerry diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Tripeni, Amir, Dermawan, dan Syamsir ditengarai sebagai penerima suap.
Uang US$ 5 ribu, US$ 10 ribu, dan SG$ 5 ribu turut diamankan dan dijadikan sebagai barang bukti transaksi dugaan suap, yang diberikan Gerry kepada 4 aparat penegak hukum di PTUN Medan tersebut. Disinyalir, suap diberikan‎ terkait penanganan perkara yang ditangani PTUN Medan.
‎"Sebagai pemberi diduga adalah MYB adalah pengacara. Kemudian sebagai penerima masing-masing hakim TIP, hakim AF, hakim DG kemudian panitera SY," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Johan Budi.
‎Selaku terduga pemberi suap, Gerry yang juga pengacara itu disangka dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Tripeni Irianto Putro yang diduga sebagai pihak penerima suap, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
2 Hakim lainnya yakni, hakim Amir Fauzi dan hakim Dermawan Ginting juga diduga sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan panitera pengganti PTUN Medan, Syamsir Yusfan, yang turut disangka sebagai pihak penerima suap dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Rmn/Yus)
KY Kecam Ketua PTUN Medan yang Enggan Dibawa KPK saat OTT
Bagi Imam, tindakan karyawan PTUN itu juga disayangkan.
Advertisement