Liputan6.com, Jakarta - Jelang digelarnya pilkada serentak akhir tahun ini, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan yang membatalkan aturan terkait petahana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. MK menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.
Terkait putusan tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pihaknya menghormati putusan MK itu. Meski demikian, dia menegaskan hal ini bukan hanya menjadi beban institusinya.
Baca Juga
"Kami menghormati putusan MK tersebut. Selanjutnya kami akan merevisi PKPU Nomor 9 Tahun 2015 itu. Masalah pasti ada saja. Tapi ini tidak bisa hanya dibebankan kepada KPU, tapi menyeluruh. Baik itu parpol sebagai pengawasan dan penegak hukumnya," ujar Ferry di Cikini, Jakarta, Sabtu (11/7/2015).
Advertisement
Menurut dia, parpol tak bisa lepas tangan begitu saja soal petahana, tapi harus lebih selektif mencari calon kepala daerah yang kredibel dan berintegritas.
"Dari segi parpol harus lebih selektif, apakah benar kredibel dan berintegritas. Kalau ada seperti itu, KPU akan sangat terbantu," jelas Ferry.
"Nanti akan diperiksa secara administratif tapi sudah dibantu dengan proses yang selektif. Saya juga bangga memilih pemimpin betul-betul bottom up, dari bawah seleksinya," pungkas Ferry.
Dalam pertimbangan judicial review itu, majelis hakim MK berpendapat, idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik.
Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.
Majelis hakim MK menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminatif. Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, dalam pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana. (Ado/Sss)