Sukses

Dilaporkan ke Bareskrim, Tempo Sebut Maruly Salah Alamat

Semua masalah yang terkait dengan media massa menurut Undang-Undang Pers harusnya ditujukan ke Dewan Pers, bukan ke kepolisian.

Liputan6.com, Jakarta - Bakal Calon Walikota Bandar Lampung Maruly Hendra Utama mempersoalkan laporan utama Majalah Tempo yang berjudul 'Kriminalisasi KPK'. Menurut dia, pemberitaan tersebut telah merusak kepercayaan masyarakat Lampung terhadap PDI Perjuangan, terlebih kepada dirinya sebagai bakal calon Walikota Bandar Lampung.

"Ini soal prinsip bagaimana Tempo sudah menyebarkan berita bohong," kata Maruly usai memberikan laporan ke petugas piket di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu (11/7/2015).

Dia mengatakan sangat tidak mungkin PDIP melakukan kezaliman terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sangat tidak mungkin pula PDIP anti-terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

"Jadi laporan utama Tempo yang menulis bahwa kriminalisasi terhadap KPK dilakukan Wakil Sekjen PDIP saat itu, Hasto Kristanto, itu sumir dan terlalu penuh dengan prasangka buruk. Tidak didasari oleh sebuah data dan fakta," ujar Maruly.

Saat ditanya apakah dirinya telah berkomunikasi dengan Hasto, Maruly mengaku belum pernah bertemu. Pun ketika kemungkinan Bareskrim akan memanggil Hasto untuk menjadi saksi atas laporannya, Maruly mejawab tidak tahu.

"Tidak ada (komunikasi). Saya tidak tahu soal kemungkinan itu," ucap dia.

Maruly yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) ini berujar dirinya tak ada niatan terselubung atas pelaporan itu, lantaran ia bukan kader PDIP. "Saya ingin menegakkan prinsip intinya, saya juga bukan kader PDIP," tandas Maruly.

Laporan Salah Alamat

Menanggapi laporan Maruly, pihak Majalah Tempo menegaskan bahwa laporan utama yang ditulis majalah itu sudah melewati verifikasi berlapis sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di Tempo.

"Semua liputan Tempo dilakukan dengan verifikasi data yang berlapis. Semua data dicek dan tak ada sumber tunggal dalam semua laporan Tempo. Kami selalu mengindahkan Kode Etik Jurnalistik," tegas Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu malam.

Selain itu, Arif juga mengaku heran dengan pelaporan yang dilakukan Maruly. "Saya tidak tahu persis motifnya, menurut saya dia salah alamat. Tapi yang pasti dia melaporkan Tempo ke Bareskrim, meskipun laporan Tempo yang dipersoalkan bukan tentang dia," ujar dia.

Arif juga menilai laporan Maruly salah alamat karena semua masalah yang terkait dengan media massa menurut Undang-Undang Pers harusnya ditujukan ke Dewan Pers, bukan ke kepolisian.

"Selain itu sudah ada MoU antara Dewan Pers dengan Polri bahwa semua laporan yang menyangkut produk jurnalistik harus dikembalikan ke Dewan Pers. Kapolri Badrodin Haiti tadi juga sudah menegaskan bahwa laporan jurnalistik selayaknya dilayangkan ke Dewan Pers," papar Arif.

PDIP Tak Dukung Pelaporan

Sementara itu, DPP PDIP menyatakan tidak pernah memberi dukungan atas pengaduan Majalah Tempo oleh Maruly ke Bareskrim Polri.

‎"Sekjen DPP Partai sudah menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Maruly Hendra Utama adalah murni inisiatif dan tindakan pribadi oleh yang bersangkutan," kata Ketua DPP PDIP ‎Andreas Pareira saat dikonfirmasi Liputan6.com di Jakarta.

Andreas menegaskan, DPP PDIP maupun Hasto Kristiyanto sebagai pribadi tidak pernah melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dengan Maruly terkait langkah yang dilakukannya.

"DPP PDIP juga sama sekali tidak memberikan persetujuan terhadap tindakan Maruly. Untuk itu, DPP bersikap bahwa setiap permasalahan terkait media massa, sebaiknya diselesaikan melalui lembaga Dewan Pers. Itu prinsip yang kami pegang,"‎ tegas dia.

Andreas melanjutkan, terkait status Maruly sebagai bakal calon Walikota Bandar Lampung sudah tidak berlaku lagi, mengingat DPP PDIP sudah merekomendasikan nama lain segai calon Walikota Bandar Lampung.

"DPP mengajak semua pihak untuk tetap taat pada mekanisme hukum. Kami menghormati kebebasan pers yang bertanggung jawab. PDIP memiliki sejarah hubungan yang baik dengan media massa, termasuk ketika masa-masa sulit menghadapi pemerintahan otoriter," tegas Andreas. (Ado/Rmn)